Sabtu, 27 September 2008

Kesabaran sebagai Jalan Menuju Kemenangan

Di masa-masa sulit seperti ini seiring meningkatnya harga-harga barang, kelangkaan BBM, terbatasnya lapangan kerja, minimnya penghasilan masyarakat, bertambahnya konflik-konflik sosial dan tindak kriminalitas benar-benar telah menimbulkan banyak kekacauan dimana-mana. Hampir setiap hari di media massa rutin diberitakan terjadinya unjuk rasa, pertikaian politik, tawuran, penggusuran, aksi anarkisme berkedok agama, hingga keributan yang sering terjadi saat mengantri sembako, BLT (Bantuan langsung Tunai), bahkan saat pembagian zakat yang memakan korban baru-baru ini setidaknya telah memberikan gambaran bahwa masyarakat sudah tidak bisa bersikap sabar lagi dengan berbagai macam penderitaan yang mereka alami.

Bulan puasa yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk melatih sikap sabar (tahan uji) dan mengendalikan hawa nafsu ternyata hanya menjadi kegiatan ritual untuk menahan lapar dan haus belaka. Padahal poin penting yang dituntut dalam ibadah puasa ini selain menahan lapar dan haus juga kemampuan untuk mengendalikan pikiran dan tindakan kita. Tidak ada gunanya orang yang berpuasa jika ia mudah mencaci-maki, suka berdusta, menipu, bersikap kasar, menganiaya orang lain, bahkan memprovokasi atau menghasut agar terjadi konflik. Hal yang lebih ironis lagi jika itu dilakukan oleh sekelompok orang yang suka mengatasnamakan agama dalam melakukan aksi brutalnya seperti FPI yang rajin merazia tempat hiburan malam, miras, perjudian, bahkan sering terlibat tawuran dengan kelompok-kelompok lain yang dianggap berseberangan.

"Hormatilah orang-orang yang berpuasa….!!!" Begitulah slogan yang sering dilontarkan para alim ulama, tidak terkecuali kelompok-kelompok garis keras yang ngakunya Islam macam FPI sehingga menjadi dasar bagi mereka untuk menghajar siapapun yang dianggap menodai kesucian bulan puasa. Sikap kasar mereka seperti itu justru merusak citra Islam sebagai agama yang membawa nilai-nilai perdamaian dan akhlaqul karimah (moral prilaku yang mulia/santun), apalagi jika itu justru dilakukan di bulan puasa yang begitu mulia seperti saat ini. Jika memang berniat memuliakan agama, seharusnya mereka memberikan contoh sikap-sikap santun seorang muslim yaitu : berkata yang baik, toleran, ramah, dan bersikap bijak (tidak asal menuduh). Meski FPI dalam setiap aksinya selalu membawa atribut atau simbol-simbol Islam, tapi dalam kenyataannya sikap anarkis mereka tersebut telah membawa mereka keluar jauh dari nilai-nilai keislaman itu sendiri.

Seandainya sikap sabar itu dipraktikkan dengan sungguh-sungguh, bukan sekedar menjadi pemanis dalam khotbah dan ceramah-ceramah agama maka jelas lambat laun akan memancing simpati masyarakat luas di negara multikultur seperti Indonesia ini. Bukankah dahulu Nabi Muhammad telah mencontohkan ketika ia berdakwah dan mendapatkan hinaan dan penganiayaan dari kaum yang menentangnya di Mekah, beliau tidak membalasnya dengan reaksi keras malahan justru mendoakan kaum tersebut agar mendapat hidayah dan rahmat dari Allah. Kesabaran nabi Muhammad dalam berdakwah justru mampu merebut simpati dan kepercayaan para penentangnya, sehingga tidak heran jika Kota Mekah kemudian berhasil dikuasai dengan damai, tanpa kekerasan, dan tanpa makian karena mereka meski menentang Nabi Muhammad tetap sangat menghormati kebesaran jiwa utusan Allah tersebut. Nabi Muhammad tidak pernah dendam pada penduduk Mekah meski sebelumnya ia pernah diusir dari Kota Kelahirannya itu, padahal saat penaklukan Mekah tersebut beliau membawa ribuan tentara tapi tak ada satupun pedang yang terhunus ataupun tindakan provokatif yang dilakukan saat mereka memasuki Mekah.

Kesabaran janganlah diartikan sebagai sikap lemah, rendah diri, dan ketidakberdayaan, tapi jadikan kesabaran sebagai wujud keteguhan jiwa dalam mencapai suatu tujuan. Sikap sabar menunjukkan kematangan seseorang dalam bertindak, konsisten, tahan uji, tidak mudah dihasut/diprovokasi, serta menunjukkan kualitas keimanan seseorang. Percayalah jika kita selalu bersabar dalam menjalani kehidupan kita dengan konsisten, sungguh-sungguh, dan selalu berpikir positif (tidak berprasangka buruk), maka yakinlah bahwa pertolongan dan kemenangan akan segera tiba. Bukankah kesabaran seorang Nelson Mandela dan para pengikutnya untuk meruntuhkan rezim aparteheid Afrika Selatan dengan cara-cara damai dan bijak telah berbuah manis sehingga menimbulkan simpati dan dukungan dari seluruh masyarakat internasional untuk menghentikan penindasan kaum apartheid yang telah berlangsung puluhan tahun tersebut…? Itu adalah sebagian contoh bahwa kesabaran merupakan jalan yang terbaik untuk meraih kemenangan. Dan saat ini seluruh umat muslim sedunia yang sedang berpuasa sedang menunggu datangnya hari kemenangan yang mereka tunggu-tunggu selama ini setelah sebulan penuh bersabar menahan lapar, haus, dan mengendalikan hawa nafsu yaitu Hari raya Idul Fitri. Mari kita rayakan hari kemenangan tersebut dengan memperbanyak silaturrahim kepada para tetangga, sanak-famili, dan rekan-rekan kita.

SELAMAT HARI RAYA IDULFITRI 1429 HIJRIAH, MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN…

"TAQOBBALALLOHU MINNA WA MINKUM"

Kamis, 18 September 2008

Sebenarnya Indonesia Butuh Berapa Propinsi ???

Saat ini di Pangkalan Bun lagi ada perbincangan yang hangat terkait isu pemekaran wilayah-wilayah eks Kesultanan Kutaringin yang berencana melepaskan diri dari Propinsi Kalteng dan akan membentuk propinsi baru yang kabarnya meliputi 5 Kabupaten (Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Sukamara, Lamandau, dan Seruyan). Menurut obrolan yang beredar di warung-warung kopi, pangkalan ojek, instansi pemerintah, hingga para kerabat Kesultanan, wilayah propinsi yang akan dibentuk nanti bisa lebih unggul secara ekonomi dari propinsi Induk mengingat sumber daya ekonomi Kalteng sebagian besar berada di lima Kabupaten tersebut. Bayangkan saja, 2 Pelabuhan utama Kalteng yaitu Pelabuhan Sampit dan Kumai yang merupakan jalur bagi 95 % ekspor Kalteng ada di wilayah eks Kesultanan Kutaringin ini. Perkebunan Besar Sawit (PBS) berskala nasional juga ada disini, belum lagi dihitung dengan perusahaan industri perkayuan, pertambangan, dan lainnya. Obyek-obyek wisata utama Kalteng juga hampir seluruhnya ada di Wilayah eks Kesultanan Kutaringin ini.

Asal mula berkembangnya upaya pemekaran daerah ini dipicu oleh ketidakpuasan Bupati Kotawaringin Barat terhadap kebijakan Gubernur yang menetapkan Kota Palangkaraya sebagai pintu gerbang wisata Kalteng. Padahal tujuan utama wisata Kalteng sendiri ada di Pangkalan Bun (Ibukota Kabupaten Kotawaringin Barat) yang berjarak 10-12 jam perjalanan darat dari Palangkaraya. Dengan alasan pemerataan dampak ekonomi wisata, maka diskenariokan bahwa wisatawan yang datang dari Palangka Raya (setelah mendarat di Bandara Tjilik Riwut) sebelum menuju Pangkalan Bun (yang merupakan tujuan utama wisata) akan disinggahkan di beberapa tempat wisata di Jalur poros antara Palangka Raya menuju Pangkalan Bun.

Sementara Bupati Kobar (Kotawaringin Barat) malah berkeinginan agar Bandara Iskandar di Pangkalan Bun diperluas dan dirombak agar bisa didarati pesawat-pesawat berbadan lebar, sehingga lebih efisien dan memudahkan para wisatawan yang hendak datang langsung ke obyek utama wisata di Pangkalan Bun tanpa harus melewati Kota Palangkaraya terlebih dulu. Tentu saja keinginan Bupati ini ditolak oleh Gubernur karena akan berdampak pada kesenjangan ekonomi daerah antara wilayah barat dan timur Kalteng. Akhirnya perbedaan kepentingan ini lalu memunculkan wacana pemekaran propinsi baru di Kalteng. Hal ini bisa jadi menjadi kabar gembira bagi para birokrat dan elit politik lokal karena membuka kesempatan mereka untuk memperebutkan posisi-posisi penting di pemerintahan propinsi baru nanti.

Jika pemekaran wilayah baru dianggap menguntungkan bagi orang-orang di daerah, lain halnya bagi pemerintah pusat yang mana adanya pemekaran malah semakin membebani anggaran pusat. Tidak hanya terbebani oleh mahalnya membangun fasilitas perkantoran baru, tapi juga karena bertambahnya biaya pilkada-pilkada baru dan biaya sosial-politik yang ditimbulkannya seperti ancaman konflik pilkada seperti yang dialami oleh ternate, tuban, dan beberapa tempat lainnya. Jadi sebaiknya kebijakan apakah yang perlu dijalankan pemerintah untuk menyiasati permasalahan ini agar tidak menimbulkan masalah baru di kemudian hari. Tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar daerah yang dimekarkan justru anggarannya semakin bergantung pada pemerintah pusat melalui Dana Alokasi Umum (DAU) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK).

Di Indonesia saat ini sudah terdapat sekitar 34 propinsi (terbaru adalah propinsi Sulawesi Barat) dan sejauh ini belum pernah ada evaluasi menyeluruh terhadap kinerja pengelolaan dan pembangunan pada masing-masing daerah pasca dimekarkan. Pemerintah pusat sebaiknya bekerjasama dengan media dan lembaga-lembaga independen untuk mengkaji kelayakan dan keefektifan pemerintahan propinsi yang telah dimekarkan dalam memenuhi standar pelayanan publik, kelengkapan infrastruktur yang dimiliki, dan tingkat kemandirian dalam penyediaan anggaran. Idealnya evaluasi dilakukan setiap lima tahun sekali dan jika masih ada daerah pemekaran yang belum mandiri, masih terbelakang, atau malah lebih buruk dari kondisi sebelumnya, maka sebaiknya daerah tersebut dikembalikan ke wilayah induknya. Dengan demikian jika hal ini diterapkan akan mendorong daerah-daerah yang dimekarkan tersebut berpacu untuk memberdayakan potensi yang dimilikinya agar tak terus-menerus bergantung pada pemerintah pusat. Selain itu setidaknya hal itu akan membuat daerah lain yang ingin dimekarkan agar berhitung dulu dengan cermat untuk mengukur potensi dan kemampuan yang dimilikinya sebelum pisah dengan wilayah induk.

Pemekaran yang saat ini perlu diupayakan adalah pemekaran pusat-pusat perekonomian dengan penyediaan infrastruktur dan fasilitas pelayanan publik yang merata, jadi wacana pemekaran bukan hanya terkonsentrasi pada pemekaran wilayah administratif saja. Saat ini sepanjang pengetahuan saya di Kalimantan ada begitu banyak wilayah-wilayah baru hasil pemekaran, tapi setelah bertahun-tahun dimekarkan hingga berganti Kepala Daerah berikutnya, kondisi infrastruktur dan fasilitas pelayanan publik masih saja memprihatinkan. Kondisi jalan-jalan masih banyak yang rusak, listrik masih sering padam, dan pelayanan kesehatan yang belum merata jangkauannnya. Dengan demikian pemekaran wilayah sama sekali bukan solusi ataupun jaminan akan adanya perbaikan dan pemerataan pembangunan bagi wilayah tersebut. Pemerintah pusat pun harusnya tanggap bahwa dengan adanya tuntutan pemekaran wilayah di beberapa daerah khususnya di Kalteng sebenarnya yang diminta adalah adanya peningkatan alokasi anggaran pembangunan yang adil agar tidak ada daerah yang merasa dianaktirikan atau merasa direndahkan.


 

Senin, 18 Agustus 2008

Misi ini (Harus) Possible… !!!

Sekembalinya saya ke Malang dari Pangkalan Bun awal juli lalu, seperti yang sudah saya tulis pada catatan saya di bulan lalu memang banyak kesibukan yang saya kerjakan hingga akhir juli. Pada pertengahan Juli salah satu rekan saya di Tim RTBL ini yaitu Ikul, berangkat lagi ke Pangkalan Bun untuk bekerja di perusahaan Konsultan lokal. Karena pemilik perusahaan juga orang yang punya proyek di RTBL ini maka ia juga meminta Ikul untuk mengurus persiapan paparan dan konsultasi Laporan FA (Fakta-Analisa) ke dinas-dinas mengingat sesuai jadwal seharusnya pada bulan Juli itu sudah harus dilaksanakan Paparan dan konsultasi Laporan FA di depan tim teknis PU. Tertundanya pelaksanaan presentasi tersebut gara-gara terjadi tarik-ulur yang berbelit-belit antara pemilik proyek dengan Tim Leader Kami. Proses persiapan presentasi ini ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan, ternyata banyak berkas yang harus disiapkan (entah mengapa birokrasi di pemda suka sekali membuat rumit perkara yang harusnya bisa dibuat praktis itu), akhirnya Ikul meminta seluruh anggota tim kami datang ke Pangkalan Bun untuk membantu persiapan paparan FA tersebut apalagi pelaksanaan paparannya menurut rencana diperkirakan tanggal 12 Agustus ini dan akan dihadiri Bupati. Tapi berhubung 2 rekan kami yang lainnya sudah terlanjur bekerja di Konsultan lain, mereka terpaksa tak bisa datang ke Pangkalan Bun meski mereka mau membantu melobi Dosen kami di Malang untuk menjadi penyajinya. Jadi tak ada pilihan lain, maka saya harus berangkat sendiri menyusul Ikul di Pangkalan Bun awal Agustus ini.

Sebelum saya berangkat, bersama Ari (salah satu yang berhalangan ke Pangkalan Bun) kami menemui dulu Pak Tomo (Dosen yang menjadi tenaga Ahli tim RTBL kami) untuk bersedia menjadi Penyaji materi Paparan FA kami. Syukurlah hanya dalam semalam kami berhasil melobi Pak Tomo, meski dengan syarat kami harus konfirmasi dulu dengan Pak Arif (Dosen kami yang pernah dilobi Tim Leader RTBL untuk menjadi tenaga ahli juga). Beberapa hari kemudian Tgl 2 Agustus saya berusaha mengontak Pak Arif untuk membicarakan masalah ini, kemudian beliau mengijinkan kami menemuinya di rumah pada malam hari. Tapi sayangnya saat itu Ari sedang berhalangan jadi dia minta besoknya saja mendatangi beliau. Akhirnya saya terpaksa meminta maaf pada Pak Arif karena batal ke rumah beliau. Esoknya tanggal 3 Agustus saya menghubungi Ari apakah ada waktu untuk ke Pak Arif saat itu. Karena sms tak dijawab maka saya pun langsung datang ke tempat Ari ternyata dia ada waktu asal sore itu juga ke rumah Pak Arif, tapi setelah menghubungi pak Arif ternyata beliau hanya ada waktu malam hari saja. Terpaksa pada minggu malam saya datang sendiri ke tempat Pak Arif (tak bisa tidak karena besoknya saya harus terbang ke Pangkalan Bun). Akhirnya pada pembicaraan singkat malam itu, beliau ternyata masih banyak kesibukan di awal Agustus ini sehingga tak bisa terlibat sebagai tenaga ahli maupun penyaji materi paparan tersebut. Jadi alternatif terakhir yaitu Pak Tomo sebagai penyaji materi paparan kami, dan saya mempercayakan kordinasinya pada Ari sekaligus menjelaskan materi pada beliau karena saya sudah menyerahkan seluruh file laporan FA tersebut ke Ari.

Keesokan harinya (4 Agustus) ketika berangkat Ke Pangkalan Bun lewat Palangkaraya saya masih menyangka bahwa Ikul masih di Pangkalan Bun. Tapi alangkah terkejutnya saya ketika menghubungi dia ternyata dia sekarang ada di Samarinda dan saya diminta meneruskan pekerjaannya di Pangkalan Bun. Saat itu saya benar-benar bingung, campur kesal karena sebelumnya dia sama sekali tak pernah menceritakan rencananya tersebut. Padahal saat di Malang sekembalinya dari Pangkalan Bun awal juli lalu, bahkan dia mengaku tak punya keinginan kerja di luar jawa karena dia tak ingin jauh dari orangtuanya apalagi kondisi adiknya saat itu lagi sakit-sakitan. Sesampainya di Pangkalan Bun saya lalu menanyakan penyebab Ikul tiba-tiba pergi ke Samarinda. Menurut Bos konsultan kami dia sedang mengurus persiapan kuliah S2 nya sehingga ia mencari bahan literatur untuk rencana penelitian S2nya di samarinda. Tiba-tiba saya teringat lagi pada awal juli lalu memang ia pernah bercerita tentang lowongan beasiswa S2 di koran, tapi saya nggak begitu yakin jika itu penyebabnya karena ketika saya konfirmasi ke Ikul, dia jawaban yang dia berikan tampak bertele-tele seperti ada rahasia yang ia sembunyikan. Bahkan ketika saya tanyakan ke teman-teman lainnya di Malang lewat telpon, ternyata mereka bahkan tak tahu kalo ikul di Samarinda.

Pada awalnya sempat kaget juga karena ternyata di Pangkalan Bun mulai tanggal 5 Agustus, saya harus bekerja sendiri mengurus persiapan acara paparan dan konsultasi ini, mulai dari membuat jadwal rincian acara, membuat dan menyebar surat undangan, membuat susunan kepanitiaan, membuat booklet panduan paparan, mengurus spanduk, mengurus peminjaman ruangan, kordinasi dengan protokoler pemda, bahkan membuat materi sambutan Bupati. Maklum begitu banyak PR yang ditinggalkan Ikul karena dia sendiri selama 2 minggu sebelumnya sibuk kordinasi dengan Dinas PU dan Bappeda hanya untuk menentukan jadwal dan mencari tempat yang sesuai. Misi ini benar-benar sangat mepet karena tanggal 9 agustus persiapannya sudah harus selesai karena tanggal 10 adalah minggu jadi semua instansi pasti tutup. Tapi meski terkesan mustahil, saya tetap berusaha mengerjakannya meski hanya tinggal saya sendiri dari 5 anggota Tim RTBL yang bekerja di Pangkalan Bun.

Kesulitan pertama yang saya hadapi adalah printer yang sering macet dan nggak keluar warnanya, padahal saat itu saya butuh untuk ngeprint berkas-berkas yang diminta orang-orang dinas. Waktu saya banyak terbuang hanya untuk memperbaiki dan memastikan printer tersebut berfungsi normal. Masalah lainnya adalah lsitrik yang sering padam, dan sulitnya mengirim email di warnet setempat (loadingnya sangat lambat). Masalah yang lebih fatal lagi tenyata Pak Tomo belum bisa memastikan datang karena beliau ternyata banyak kesibukan di kampus. Saya sempat kecewa pada Ari karena ternyata ia baru menemui Pak Tomo pada sabtu malam (tanggal 9 agustus), dan bahkan ia belum memberikan materi FA yang sudah saya kopikan ke Pak Tomo. Saat itu saya benar-benar dibuat pusing, rasanya ingin marah tapi saya belum tahu kepada siapa saya pantas marah. Jadinya saya hanya memarahi diri sendiri yang baru sadar ternyata saat di Malang kenapa saya tidak menyerahkan saja sendiri materi laporan FA itu ke Pak Tomo sekaligus memastikan kesediaan beliau untuk datang tanggal 12 Agustus, bodohnya saya malah menitipkan file laporan FA itu ke Ari padahal saya tahu dia lagi sibuk ngurus kerjaan di tempat Konsultan yang baru (tentu saja laporan itu tak akan sempat ia berikan ke Pak Tomo).

Malam itu (9 Agustus) saya dan Ari tak henti-henti kordinasi untuk memikirkan cara bagaimana Pak Tomo bisa datang ke Pangkalan Bun paling lambat 11 Agustus, karena esok paginya paparan sudah harus mulai. Bayangkan saja tidak sampai dua hari kami sudah harus bisa mendatangkan beliau segera, padahal beliau saat itu benar-benar sibuk dan sama sekali tidak tahu materi laporan kami (benar-benar Mission Impossible). Apalagi karakter beliau yang sangat idealis dan punya reputasi sebagai Dosen killer di kampus benar-benar susah untuk diyakinkan. Bahkan bos kamipun ikutan menelpon beliau berkali-kali. Bagaimanapun beliau wajib hadir sebagai penyaji karena acara paparan ini akan dihadiri pejabat-pejabat penting termasuk Tim teknis PU Jakarta, jadi tidak mungkin kami "anak-anak kemarin sore" yang harus presentasi di depan mereka.

Malam itu Pak Tomo benar-benar membuat kami penasaran, dia baru mengambil keputusan besok pagi dan dia juga menuntut penjelasan kami tentang permasalahan yang terjadi dengan Stevant (Tim Leader kami sebelumnya). Keesokan paginya syukur ternyata beliau bersedia, dan permasalahan selanjutnya adalah menyiapkan akomodasi untuk beliau dan Ari untuk datang bersama. Ke Pangkalan Bun sesegera mungkin. Berbagai skenario penerbangan pun disusun, dan diputuskan bahwa penerbangan yang diambil yaitu melalui Surabaya-Jakarta, dan Jakarta Pangkalan Bun. Akhirnya mulailah pagi itu kami berburu tiket, Ari mencari tiket Surabaya - Jakarta, dan saya mencari tiket Jakarta-Pangkalan Bun. Sukurlah kami bisa mendapatkan tiket tersebut siang itu juga untuk keberangkatan besok pagi!!!. Bayangkan karena pesawat berangkat dari Surabaya jam 06.00 wib tgl 11, mereka berdua harus berangkat dari Malang pukul 03.00 dinihari.

Siangnya mereka berdua sampai di Pangkalan Bun dalam keadaan lelah (kami merasa berdosa juga mendatangkan Pak Tomo dengan cara mendadak seperti ini, tidak manusiawi bagi orang setua beliau). Kemudian beliau kami istirahatkan dulu di hotel, sementara Ari kami "culik" sementara untuk ngerjain materi powerpoint di Kantor kami. Malamnya sekitar jam 22.00 wib kami ngumpul di hotel untuk melakukan simulasi paparan besok sekaligus menjelaskan materi kepada beliau hingga 2 jam. Bayangkan pagi-pagi besoknya kami masih sibuk membuat materi powerpoint (Ari pun kewalahan hingga jam 5 subuh dia langsung tertidur dan teler berat karena 2 hari ini belum tidur sama sekali) padahal jam 8 pagi kami sudah harus presentasi, maka saya pun langsung melanjutkan pengerjaan materi powerpoint yang dikerjain Ari sampai final. Habis itu saya sibuk membangunkan Ari yang sudah terkapar kecapekan, karena dia udah sulit dibangunkan terpaksa saya sendiri menyusul Pak Tomo dan bos kami ke tempat kegiatan Paparan (Bappeda). Sukurlah kemudian jam 10 Ari bisa nyusul ke Bappeda (meski telat) dan Acara Paparan dan Konsultasi bisa berlangsung lancar. Tapi ada satu hal yang membuat kami sangat jengkel, ternyata Laporan FA ukuran A3 yang sudah kami cetak sebanyak 8 jilidan dan kami serahkan ke PU melalui Tim Leader Kami yang lama (Stevan) pada awal juni lalu, belum juga sampai ke Dinas PU Propinsi (ada kemungkinan unsur sabotase disitu). Akibatnya Tim teknis PU tersebut menyangka kami belum menyelesaikan laporan FA tersebut (entah laporan sebanyak itu dikemanakan oleh Stevan).

Tapi untungnya tim teknis PU tersebut bisa menerima penjelasan kami, sekarang target selanjutnya adalah menyelesaikan gambar-gambar desain rencana 3D dan animasinya yang mereka minta selesai dalam sebulan. Dengan mempertimbangkan sisa personil yang ada (tinggal 2 orang) agaknya ini akan menjadi mision impossible selanjutnya bagi kami

Rabu, 30 Juli 2008

Tiga Minggu yang Menguji Tekadku

Tiga minggu terakhir ini adalah masa-masa yang cukup menguras tenaga, dan pikiran saya. Bagaimana nggak selain saya harus memenuhi tanggung jawab saya untuk menyelesaikan seluruh peta-peta laporan draft final (jumlahnya ada sekitar 56 peta), ditambah laporan draft final Bab 1 (aslinya bab ini bukan jatah saya) ,3, dan 6, ditambah bahan presentasi Laporan Antara RTBL (Interim Report), dan lagi saya harus berusaha meyakinkan dan memotivasi rekan-rekan satu Tim RTBL agar mau kembali bekerja usai kembali dari Kota Pangkalan Bun (maklum mereka ogah-ogahan karena mereka nuntut kontrak baru padahal keputusan untuk itu masih belum jelas karena masih terjadi tarik-ulur antara pemilik proyek dengan tim leader kami). Memang masa-masa itu tergolong singkat tapi cukup melelahkan karena semua itu harus dikerjakan tepat waktu demi kelancaran proyek RTBL ini, dan yang terpenting adalah untuk menjaga reputasi dan kredibilitas Tim kami (untuk itulah saya rela berkorban dan harus menguatkan tekad).








(foto saat di Kediaman Pangeran Muasjidin Syah dari Kesultanan Kutaringin Pangkalan Bun, foto kiri : ikul-stevan, dan foto kanan : opie- saya - ari)

Hal yang paling sulit diantara semua tugas tersebut adalah berusaha meyakinkan teman-teman agar kembali mengerjakan tanggung jawab masing-masing. Perlu diketahui bahwa rekan kerja saya dalam tim RTBL ini yaitu Ikul (Plano ITN ’02) yang juga teman seangkatan, Ari (Plano ITN ’03), dan Opie (Arsitek ITN ’00), sementara tim leader kami adalah Stevan (Plano ITN ’00). Sebelum kami kembali ke Malang dari Pangkalan Bun, Kalteng sudah diatur pembagian tugasnya yaitu saya bagian bab 3,6 dan petanya, ikul bagian bab 4 (bagian yang paling rumit karena tingkat kedetailannya) dan petanya, serta Ari dan Opie untuk gambar-gambar desain 3D dan animasinya (bagian yang paling melelahkan karena butuh waktu lama dan kreativitas tinggi). Adapun tim leader kami bertugas mengordinasikan tim kami agar bekerja tepat waktu (meski kemudian perintahnya tak dihiraukan lagi ama teman-teman gara-gara terlalu banyak mengumbar janji). Teman-teman bahkan nyaris pesimis dengan kelanjutan pekerjaan RTBL, apalagi sebulan sebelumnya kami sudah mengalami stagnasi yang berkepanjangan gara-gara terjadi kesalahpahaman antara tim leader kami dengan pemilik proyek terkait transparansi penggunaan anggaran dan kelengkapan muatan materi produk RTBL, sehingga anggarannya sulit dicairkan (saat itu tim leader kami kehabisan duit untuk membiayai pekerjaan ini karena anggarannya diblokir pemilik proyek, maka jadinya kami dipulangkan segera ke Kota Malang, meski sebenarnya pekerjaan RTBL belum tuntas sepenuhnya terutama gambar-gambar 3D).

Setelah diwarnai perdebatan, tim leader kami meminta putus kontrak dengan pemilik proyek dan meminta ganti rugi karena gara-gara anggarannya dibekukan ia terpaksa berutang ke bank untuk membiayai pekerjaan akhir RTBL ini. Pemilik proyek menyetujuinya dan ia mau mengeluarkan uang ganti-rugi asalkan ia sudah menerima laporan draft final lengkap dengan petanya. Akhirnya ganti kami yang ditekan oleh tim leader kami sambil sedikit mengancam kami jika ia tidak segera menerima laporan itu minggu ini, ia akan membawa permasalahan ini ke pengadilan karena menurutnya minggu ini utangnya sudah jatuh tempo. Akhirnya saya berusaha memotivasi teman-teman sambil mengingatkan akan banyaknya waktu yang terbuang sia-sia bulan ini. Padahal paling tidak bulan september nanti kami sudah harus menyelesaikan semua pekerjaan RTBL, termasuk gambar-gambar desain 3D dan animasinya. Karena teman-teman terlanjur pesimis, jadinya saya mesti merelakan diri saya untuk bekerja penuh selama tiga minggu terakhir untuk menyelesaikan semua deadline pekerjaan itu (kecuali gambar-gambar desain 3Dnya karena itu tidak dianggap prioritas oleh mereka).

Tapi sukurlah sikap optimis dan keyakinan saya tersebut cukup membuahkan hasil karena meski terpaksa kerja sendiri tapi deadline itu bisa dipenuhi (meski tak sempurna 100%, tapi yang penting mereka bisa menerima), sehingga hari ini permasalahan tersebut telah diselesaikan dengan baik tanpa ada pihak yang merasa dirugikan karena saya sudah mengirim CD penting yang memuat produk-produk RTBL tersebut kepada mereka (sebelumnya saya menahan data itu beberapa hari gara-gara terjadi ketidakjelasan komitmen diantara mereka). Saya berharap kesalahpahaman tersebut tidak berulang lagi di kemudian hari. Sikap ikhlas, jujur, rela berkorban, dan ketulusan hati adalah kunci untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Sekarang tantangan kami adalah bagaimana menyelesaikan sisa pekerjaan RTBL terutama yang menyangkut gambar-gambar 3D dan animasinya dalam sebulan ke depan. Sebelumnya kami harus menyatukan kembali semua anggota tim yang saat ini sudah tersebar di beberapa tempat yang berbeda (maklum mereka terlanjur menerima tawaran kerja di tempat lain setelah dibuat frustasi karena menganggur selama sebulan terakhir ini tanpa ada kejelasan kelanjutan pekerjaan ini, sehingga 3 dari 5 anggota tim kami sudah bekerja di tempat lain!!!). Dengan sisa personil yang ada tampaknya kami memang harus berjuang keras untuk melanjutkan pekerjaan RTBL ini sampai akhir (semoga Allah senantiasa berpihak dan menolong kami).

Jumat, 27 Juni 2008

Merenungi Arti Hidup Kita di Dunia

Sebagai seorang manusia yang diberi kesempatan oleh tuhan untuk bisa hidup di dunia ini, seharusnya kita harus memahami apa sebenarnya yang menjadi tugas dan tanggung-jawab kita di dunia ini. Sejak di dalam kandungan, manusia telah mengucap janji untuk tunduk pada kekuasaan tuhan. Ini sudah menjadi hukum yang tidak bisa ditawar-tawar lagi sejak Adam diciptakan. Oleh karena itu Tuhan Kita, Allah telah menganugerahi setiap manusia dengan Akal. Akal adalah perangkat utama yang dimiliki manusia agar bisa berpikir waras, mampu membedakan antara kebenaran dengan kesesatan, kebaikan dan kejahatan dan mampu survive menghadapi berbagai macam ujian dan tantangan.

Akan tetapi sayangnya setelah terlahir ke dunia ini, banyak manusia yang sudah lupa akan kewajibannya. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya benteng keimanan yang dimiliki sekaligus juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dimana ia dilahirkan. Faktor kurangnya pendidikan dan perhatian dari orangtua dan orang-orang terdekat merupakan penyebab utama.

Pendidikan formal yang diperoleh sejak kecil ternyata hanya melatih orang menjadi serba tahu dengan terus mengasah otaknya, tapi tidak memiliki rasa karena memudarnya nurani yang dimiliki. Akibatnya pendidikan formal hanya menghasilkan orang-orang yang pintar, tetapi kurang memiliki hati nurani sehingga mudah disesatkan.

Pendidikan formal seperti itu haruslah diimbangi dengan pendidikan non-formal seperti pendidikan spiritual. Pendidikan spiritual berguna untuk menentramkan batin kita, mengasah nurani, dan mampu membuat kita menjadi lebih bijaksana dan senantiasa optimis setiap saat. Pendidikan spiritual merupakan obat hati yang membuat kita selalu berpikiran positif dan fokus dalam menjalani hidup.

Saat ini seiring bertambah merosotnya moralitas masyarakat akibat pengaruh-pengaruh negatif gaya hidup yang dipertontonkan setiap hari oleh media kita yang dipenuhi cerita gosip, fitnah, kekerasan, takhayul, seksualitas dan sebagainya benar-benar menjadi ujian bagi kita untuk menjaga kematangan emosi jiwa dan spiritual. Jika anda tidak punya atau kurang memiliki kematangan spiritual, maka kemungkinan besar akan mudah terombang-ambing tanpa arah, bahkan bisa menjadi gila.

Ditengah-tengah situasi kacau-balau, dan penuh anomali yang sulit diduga ini, kita memang harus pandai-pandai menempatkan diri, mampu menguasai diri, perasaan dan pikiran kita. Jika tidak maka dipastikan kita akan mudah terprovokasi untuk memuaskan nafsu menjadi manusia-manusia serakah yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Kita memang harus memilih apakah kita akan menghabiskan hidup kita di dunia ini dengan menjadi budak-budak nafsu atau mengikuti kata hati dan nurani kita untuk menjaga kualitas spiritual kita sebagai hamba-hamba tuhan yang beriman.

PERTANYAAN BESAR YANG HARUS ANDA JAWAB DI DALAM HATI-NURANI ANDA SAAT INI ADALAH..... SUDAH BERADA PADA POSISI MANAKAH ANDA SAAT INI ???

Selasa, 17 Juni 2008

Berikan Mereka Kesempatan…..

Pada dasarnya setiap orang di muka bumi ini oleh Tuhan kita (Allah) telah dianugerahi beberapa kelebihan yang terkadang berbeda satu sama lain. Setiap orang terlepas dari latar-belakang pendidikan yang dimilikinya memiliki beberapa keunggulan tertentu meski seringkali tidak disadari akibat jeratan sistem yang membelengu pikiran mereka untuk mengaktualisasikan ide-ide dan bakatnya masing-masing. Sistem sosial masyarakat khususnya yang terjadi di sekitar kita seringkali berlaku tidak adil terhadap bakat baru, kreasi baru, dan ide-ide baru meskipun itu sebenarnya bermanfaat dan bernilai positif. Kenyataan yang terjadi banyak orang-orang berbakat di sekitar kita yang tidak didukung, dianggap orang yang aneh bahkan malah disepelekan. Mereka ibarat mutiara-mutiara yang kehilangan kemilaunya akibat terpendam dalam lumpur pesimisme dan prasangka negatif masyarakat.

Pada dasarnya memang tidak semua orang ditakdirkan memiliki bakat-bakat yang hebat dan kejeniusan yang lumayan tinggi, tetapi orang-orang berbakat dan jenius seperti itu bisa datang darimana saja bahkan dari sumber yang tak terduga misalnya dari orang-orang yang hidup di kolong jembatan, dari suku-suku terpencil di pegunungan, dari kamp pengungsian, bahkan dari barak militer. Saat ini pola pikir dan cara kita memandang orang-orang seperti itu harus diubah. Berikan mereka dukungan dan motivasi agar mereka bisa bangkit mengekspresikan ide-ide dan kreasi positif yang mereka miliki. Satu hal lagi yang terpenting dari semua itu….. Berikan Mereka Kesempatan.....!!!

Saat ini kita memasuki era yang kompetitif dan selalu bergerak dinamis dimana artinya setiap orang berhak untuk memiliki peluang dan kesempatan yang sama untuk menunjukkan bakat dan kemampuan yang dimiliki. Tapi kenyataan di sekitar kita upaya kompetisi yang mengutamakan kualitas tersebut sering dibungkam oleh politik kepentingan terutama di struktur birokrasi kita. Setidaknya hal ini pernah dialami oleh seorang pengusaha di bidang konsultan perencanaan dan konstruksi (sebut saja Mr. D), kenalan tim konsultan kami di Pangkalan Bun. Mr. D ini adalah satu dari sekian entrepreneur muda asli Pangkalan Bun yang bekerja maksimal untuk menghasilkan yang terbaik, dan harapannya produk-produk perencanaan maupun konstruksinya bisa bersaing secara kompetitif dengan konsultan lain. Tapi sayangnya beberapa oknum di Bappeda berusaha menjegalnya karena kuatir konsultan jagoannya tersaingi, maklum sudah bukan rahasia lagi jika beberapa oknum pegawai bappeda ikut bermain sebagai makelar proyek bahkan ikut menggarap proyek tersebut dengan meminjam nama dan bendera konsultan lain. Oknum-oknum keparat itu bahkan tidak peduli apakah hasil pekerjaan proyek konsultan jagoannya itu dibuat asal-asalan tanpa memedulikan standar pekerjaan yang sudah ditetapkan. Lemahnya pengawasan internal dalam struktur birokrasi juga memperburuk keadaan, apalagi ternyata oknum-oknum tersebut menduduki posisi-posisi penting di birokrasi.

Terkadang terjadi ironi yang menyedihkan dalam pekerjaan-pekerjaan proyek tersebut. Berdasarkan pengalaman saya selama terjun dalam kegiatan semacam ini ternyata titel akademik, usia, pengalaman yang dimiliki, nama besar, dan jabatan yang dimiliki seseorang, sama sekali tidak menjamin jika orang itu bekerja sungguh-sungguh sesuai kapasitas dan derajat keilmuan yang dimiliki. Banyak konsultan proyek tersebut (diantaranya S-3 lulusan luarnegeri sekaligus dosen universitas bergengsi di Indonesia) bekerja sembrono dan kurang memenuhi standar (tampaknya mereka berpikir proyeknya nggak bakal diganggu karena sudah menyuap orang-orang di pemerintahan daerah), sehingga tidak heran perencanaan yang mereka buat seluruhnya cukup dibuat diatas meja dengan hanya mengandalkan data-data sekunder saja tanpa perlu susah payah turun di lapangan.

Persepsi kalangan birokrasi juga sering salah dalam menilai kemampuan anak-anak muda yang baru terjun dalam proyek-proyek pembangunan. Padahal hasil kerjaan anak-anak muda tersebut tidak kalah dengan buatan para konsultan senior, malahan lebih kreatif karena anak-anak muda cenderung berpikir dinamis dan progressif. Sudah seharusnya para generasi muda yang terlibat dalam proyek-proyek pembangunan diberi kesempatan untuk menunjukkan bakat dan kemampuan mereka. Biarkan proses seleksi alam berjalan semestinya, yang berkualitas dan yang unggul akan bertahan sementara yang asal-asalan akan tersingkir. Bagaimanapun juga meski anggaran pembangunan kita jangan sampai dikelola dan disedot oleh oknum-oknum korup tersebut karena toh hasilnya akan menimbulkan penyelewengan dan kekacauan yang merugikan kita semua.

Selasa, 27 Mei 2008

Y2K (Yudhoyono To Kalla) Roadmap

As we know, recently the political situation has been overheating in our country. It is caused by any controversial government policy which is legalized by our President (Mr. Yudhoyono) such as Fuel Regulation, BLT program (Directly Cash Aid, which is give each poor-people cash money at least US$ 33), and gas conversion. Indonesia became a net oil importer in 2004 because of declining production and lack of new exploration investment. The cost of subsidizing domestic fuel placed increasing strain on the budget in 2005-2008, and combined with indecisive monetary policy prompting the government to enact a 30% average fuel price hike in Last May. The government has predicted if their decision is not popular because our people condition is poor, undeveloped, and underprivileged. Inflation has been growing up to 9-12 % for several months in this period. The resulting inflation and interest rate hikes will dampen growth prospects in this year. The recently situation has given bad options for our government to develop our country with instability risks and social conflict.

Through the government must be careful to keep people trust and keep their commitment. Many politicians will be using this issue to improve their popularity and make it as their campaign issue. It is not good for democracy process which has been applied by our country for several years. Many politicians (I hope they always keep their fucking mouth), as we know they look like a parasite that only disturb, absorb and never give any benefit. They always attack someone who has an authority in government structure such as President, Governor, Mayor and others. But the politician perspective is different for Vice-President, and other vice-chairman in government structure. Although Vice-President has strong position to determine the government regulation and policy, he often escaped from politician critics about government performance.

Vice-President Mr. Kalla, as we know he is a smart figure and expert to calculate political strategy. He is not look like a President Partner who is obligated to assist and support President to do his duties. It is only in Indonesia, Vice-President able to influence President Policy although it is different with President Perspective or their vision during campaign several years ago. Clearly seen there that any effort from someone to drop President Authority with his policy which is not popular such as Increase Fuel Price, Launch BLT Program, and others. The Primary weakness of President Yudhoyono is always looked hesitating to do something, and in my opinion Mr. Kalla used it to take-over President Authority to make decision or policy.

Many people have known Mr. Kalla controlled all of economic policies because he has ability and talent as a business expert. So actually who is interested person who hold responsible to the happening of economic chaos in this country….??? (I think you all have known clearly who he is). And then what is background of his interest ? Is it related with his effort to nominate himself as a Candidate of President next year…? It is none of our business you know…!!! Yes of course because we are not having any interest about that, but we have obligation to choose good leader.

Last week our nation celebrated 100th National Awakening Anniversary in great ceremonial which is leaded by President Yudhoyono. He said that our nation must have three requirements to be a great nation; first of all we must self-supporting, secondly we must competitive, and the last we must civilized. It is a good vision and thinking but difficult to do, because our country has many problems which are poorness, high unemployment, endemic corruption, inadequate infrastructure, a poor investment climate, and unequal resource distribution among regions. President Yudhoyono has many brilliant concepts for Indonesia, but that concepts only becoming useless paper on the desk without real implementation. It gives opportunity for Vice-President to take-over and implement what President must do.

Many people assume Mr. Kalla like Asterix who has small body, smart, nimble, and aggressive. Mr. Yudhoyono looks like Obelix, who has giant body, strong power, popular, but slow moving and prude. Mr. Kalla who is C.E.O. in many corporations has been preparing any way and strategies to improve his power and resources for continuity of his business. So he needs more authority to keep it well. It becomes real tendency in Indonesia, a businessman also take position in government structure to keep his business. Many policies is taken based on business interest, so rarely based on public interest because public interest just a symbol in politician fucking mouth.

Today, we know what happen there in our government structure. It is learning for us to take care with our country and don't let they take over our government policies for their private interest. However start from now we must be careful, and fight them in general election, president election, and other political election. Please choose someone who has good character and good integrity.

Sabtu, 17 Mei 2008

Menjemput Impian

Hari- hari terakhir ini kita semakin sering melihat dan mendengar banyak keluh-kesah dari orang-orang di sekitar kita yang terus-menerus mengutuki kebijakan kenaikan BBM yang akan segera diumumkan sebentar lagi. Banyak dari mereka menganggap kebijakan tersebut tidak efektif dan malah akan berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat terutama rakyat kecil yang sebelumnya hampir mati sekarat gara-gara kenaikan harga sembako seperti minyak goreng, beras, dan seterusnya.

Sebaliknya jika kita melihat dari cara pandang pemerintah pusat, mereka menganggap bahwa kenaikan BBM ini untuk kepentingan rakyat miskin, dengan mengurangi subsidi bagi orang-orang kaya yang suka bikin macet jalanan. Dana subsidi tersebut selanjutnya akan dialihkan untuk membiayai program-program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat menengah ke bawah. Untuk meredam gejolak ekonomi rakyat kecil akibat kenaikan BBM yang akan terjadi, pemerintah memberikan obat penawar sederhana berupa program BLT (Bantuan Langsung Tunai), sebuah program yang kabarnya sangat dibenci para lurah, kepala desa, dan jajaran kepolisian (maklum merekalah yang berhadapan langsung dengan rakyat dalam penyaluran BLT sekaligus menerima dengan tabah segala macam bentuk caci-maki, kritikan, dan amukan rakyat miskin).

Jelas ini membuktikan bahwa ada komunikasi yang tidak nyambung antara rakyat dengan pemerintah akibat perbedaan cara pandang tersebut. Perbedaan seperti ini tidak boleh dibiarkan, pemerintah harus mampu membuktikan jika kebijakan yang akan dilakukan tersebut bisa mengangkat kesejahteraan rakyat miskin. Jika itu gagal maka bersiaplah menyambut badai amarah rakyat yang selama ini sudah terakumulasi.

Dalam satu dekade terakhir bangsa ini mendapat banyak ujian/cobaan yang datang bertubi-tubi, mulai dari bencana tsunami, banjir, tanah longsor, gempa bumi, kecelakan pesawat, tenggelamnya kapal, bencana lumpur Lapindo, hingga kenaikan BBM dan harga sembako. Jika kita berpikir positif, maka ada banyak hikmah dan manfaat yang bisa diambil dari kejadian tersebut. Kita tidak usah terus-menerus mengutuki keadaan yang menyengsarakan kita karena justru hal itu malah membuat kita makin sengsara dan sama sekali tidak menyelesaikan masalah.

Saya pribadi amat kecewa dengan tingkah-polah para komentator politik dan kaum opportunis yang dengan liciknya memanfaatkan gejolak sosial akibat bencana-bencana yang terjadi untuk memojokkan pemerintah, sekaligus menaikkan kepopuleran diri mereka. Bahkan beberapa mantan menteri di suatu masa ketika ekonomi Indonesia sangat terpuruk dengan gaya sok tahunya yang menyebalkan itu berkoar-koar di media massa menjelaskan tentang ketidakefektifan kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintah saat ini. Tingkah mereka yang konyol tersebut sebenarnya tidak memberikan manfaat yang signifikan, malah justru menambah masalah baru akibat gejolak sosial yang ditimbulkannya.

Jangan biarkan kaum opportunis itu menguasai pikiran masyarakat dengan hal-hal yang menyesatkan. Mereka ibarat pahlawan kesiangan yang baru kelihatan sibuk ketika masalah sudah begitu akut (emang sebelumnya mereka kemana aja…???). Jadi saat ini kita jangan pernah menggantungkan nasib pada serigala-serigala bermulut bebek itu, kita harus bangkit menjadi penguasa atas diri kita sendiri.

Apapun yang terjadi kita harus bisa survive dan yakin bahwa dengan ijin dan kehendak Tuhan Yang Maha Agung (Allah), kita bisa menyelesaikan segala permasalahan yang ada. Itulah impian-impian kita, dan saat ini kita harus menjemputnya karena Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum jika kaum tersebut tidak mulai berusaha mengubahnya. Nasib ibarat jalur yang membawa kita menuju takdir Tuhan yang akan memutuskan apakah kita layak memperoleh segala hal yang kita impikan atau tidak. Jika kita selalu berada pada jalur yang benar (tidak bertentangan dengan Hukum Tuhan), maka yakinlah Tuhan akan selalu berpihak pada kita dan membantu mewujudkan segala impian kita di dunia dan akhirat.

Lalu sekarang apa yang harus kita lakukan untuk menjemput impian…???

Pertama, kita harus menjaga pikiran dan perasaan kita untuk selalu positif (positive thinking and positive feeling). Itu penting untuk memastikan keyakinan terhadap langkah-langkah yang akan kita lakukan selalu memiliki arah dan tujuan yang jelas. Kita harus memiliki banyak impian-impian dan visi yang menggairahkan hidup dan membangkitkan semangat kita. Jika itu terwujud, maka sikap optimis dan percaya diri akan segera muncul di pikiran dan perasaan kita. Jangan lupa untuk selalu dekat dan tawakkal pada Tuhan.

Kedua, identifikasi segala potensi diri yang kita miliki, baik itu berupa aset yang terlihat secara fisik, maupun bakat dan kemampuan yang kita miliki. Asal tahu aja diri kita masing-masing jauh sejak sebelum bumi diciptakan, telah ditakdirkan oleh Tuhan untuk memiliki bakat dan keunggulan tertentu yang berbeda satu sama lain. Karena itu jangan pernah mengikuti gaya orang lain (kalaupun perlu, cukup ikuti nilai-nilai filosofisnya saja), tapi eksplorasi aja gaya dan keunggulan yang kita miliki. Siapa tahu ternyata potensi-diri yang kita miliki relatif jauh lebih baik dari orang lain.

Ketiga, analisa kondisi lingkungan sekitar kita, kenali permasalahannya secara obyektif, lalu amati apakah lingkungan tersebut bisa menjamin dan cocok dengan segala potensi-diri yang kita miliki. Buat juga konsep pengembangan kepribadian kita sendiri agar kita tidak mudah terombang-ambing oleh keadaan yang terjadi.

Keempat, susun rencana-rencana anda ke depan berdasarkan realitas yang kita hadapi saat ini dan kemungkinan tantangan yang akan kita hadapi di masa mendatang dengan tetap mengacu pada potensi diri dan konsep-konsep yang kita miliki. Buatlah rencana-rencana yang dahsyat, meski agak edan/sinting yang penting itu bisa memacu diri anda untuk terus-menerus berusaha dan berjuang tanpa henti. Susun rencana-rencana tersebut dengan detail dan rasional agar mudah dilaksanakan. Kalau bisa diskusikan rencana-rencana tersebut dengan orang-orang terdekat kita agar mereka juga bisa memberi masukan-masukan yang positif dan memotivasi kita.

Kelima, sering-seringlah melakukan evaluasi diri terhadap langkah-langkah dan pencapaian yang telah kita lakukan apakah sudah berjalan sesuai konsep dan rencana semula atau tidak. Ini penting agar kita bisa selalu konsisten dan fokus dalam perjalanan hidup kita, selain itu untuk mengetahui apakah tindakan yang sudah kita lakukan sudah cukup efektif ataukah malah memiliki kelemahan tertentu.

Masyarakat saat ini perlu terus menerus diberi pencerahan agar mereka mampu memberdayakan diri mereka sendiri, tidak mudah tergantung pada pihak lain, dan berjiwa kompetitif. Jika hal itu bisa terwujud maka bangsa ini akan segera bangkit menjadi bangsa yang besar, jaya, dan mampu menciptakan peradaban tinggi agar bangsa ini menjadi pusat inspirasi dan pengetahuan dunia.

)* Ini adalah catatan khusus saya dalam menyambut 100 tahun Kebangkitan Nasional pada 20 Mei 2008 nanti, semoga bermanfaat !!!

Copyright by Ismail-Bhakti @Mei 2008

Jumat, 09 Mei 2008

21 Hariku di Pangkalan Bun

Tak terasa sudah 21 hari aku tinggal di Pangkalan Bun bareng teman-teman anggota tim lain dari Malang. Banyak sudah pengalaman menarik yang kami alami, yang semua itu tentunya telah banyak memberikan hikmah dan pelajaran penting bagi kami. Sejak pertama kali datang ke Kota ini sama sekali tak pernah terpikir oleh kami untuk menghadapi berbagai macam tantangan dan ujian yang datang bertubi-tubi hingga nyaris membuat kami frustasi. Ujian-ujian ini sepertinya merupakan bentuk kasih-sayang Tuhan (Allah) untuk menguji sejauhmana ketakwaan hambanya, dan apakah hambanya bisa berpikir waras dalam menghadapi ujian tersebut dengan selalu berpikir dan berprasangka positif.

Ujian pertama kami yang semuanya baru datang dari Kota nan sejuk Malang, ketika sampai di Kota Pangkalan Bun adalah suhu kota yang begitu panas menyengat. Bahkan di malam hari pun hawanya benar-benar membuat kami terus-menerus berkeringat (mungkin hal inilah yang menjadi penyebab kenapa warga setempat jadi malas berolahraga karena tanpa olahraga sekalipun mereka udah keluar keringat banyak). Bahkan beberapa teman yang membawa sweater dan jaket pun jadi menyesal karena toh barang-barang tersebut hampir nggak pernah digunakan selama ini. Itu sebabnya kami sangat menghindari survey lapangan di siang hari (waktu favorit kami kalo keluar rumah untuk pagi hari sampai jam 10 pagi, sementara sorenya mulai jam 3 sore keatas).

Ujian kedua kami adalah listrik yang sering padam (bahkan nyaris setiap hari selama 4-12 jam!!!). Asal tau aja kedatangan kami kesini untuk ngerjain rencana tata ruang... bukan untuk jalan-jalan, jadi aliran listrik sangat kami butuhkan untuk kelancaran pekerjaan kami karena kami sangat tergantung komputer, printer, dsb. Apalagi kami sering bekerja hingga tengah malam untuk ngejar deadline yang diberikan, beruntung kami masing-masing banyak yang bawa laptop sendiri sehingga sedikit banyak cukup membantu kelancaran kerja kami.

Ujian ketiga kami adalah masalah makanan, maklum tempat tinggal kami agak jauh dari pusat kota meski dekat dengan Kantor Bupati. Lho apa hubungannya....??? ya karena kami semua pada sibuk jadi sangat menggantungkan makanan dari luar, tapi masalahnya di sekitar tempat tinggal kami tidak ada warung yang pas dengan selera kami. Akhirnya kami pada sepakat mesan katering di sekitar basecamp dengan pertimbangan lebih efisien, gampang diatur menunya, dan gak perlu pusing nyari tempat (teorinya sih gitu). Ketika pesanan mulai di antar pada hari pertama, kami merasa puas karena menunya begitu spesial. Tapi setelah beberapa hari (entah apa itu emang kebiasaan pemilik katering) menunya mulai tampak membosankan bahkan nasinya terasa sedikit keras sehingga beberapa dari kami mengajukan keberatan pada pemilik katering (maklum sebagai mantan mahasiswa kami emang suka kritis menyikapi segala sesuatu). Agaknya pemilik katering ini tampak cuek menanggapi keluhan kami, buktinya beberapa hari selanjutnya menu yang diberikan sama seperti sebelumnya hingga beberapa dari kami mulai kehilangan nafsu makan padahal kami udah keluar jutaan rupiah untuk katering tersebut (selama di Malang belum pernah kami menjumpai katering semahal itu). Pantas emang pemilik katering tersebut jual mahal karena di sekitar tempat kami tidak ada pesaingnya, lagipula harga makanan disini emang mahal-mahal. Bayangkan sop buntut seporsi disini mencapai Rp 12.000, rata-rata emang diatas 10.000/porsi.

Ujian keempat kami adalah masalah virus lokal yang menjangkiti komputer kami. Kejadian ini benar-benar membuat kami amat frustasi karena komputer bagi kami adalah aset yang sangat vital dan bernilai khususnya dokumen-dokumen penting dan data kerjaan kami. Virus lokal yang memakai nama "jembatan kahayan" tersebut sangat sukar dibasmi, bahkan meski kami bolak-balik ngupdate beberapa antivirus terbaru dari internet, tapi virus tersebut tak juga angkat kaki dari komputer kami. virus tersebut selain membuat kinerja komputer menjadi sangat lambat dan sering "hang" juga merusak beberapa fungsi-fungsi dari sistem operasi windows kami. Setelah beberapa hari berjuang keras membasmi virus-virus tersebut, akhirnya kami menyerah dan terpaksa memformat partisi C: dan menginstall kembali semua program.

Ujian kelima kami adalah masalah Maling yang merajalela di kota ini. Hari senin lalu tanggal 5 mei 2008, penginapan kami disatroni Maling yang tampaknya masih amatiran. Kami perkirakan maling masuk lewat jendela depan yang kebetulan tak terkunci antara jam 03.00-05.00 subuh karena beberapa dari kami kerja lembur, dan paginya shalat subuh. Kejadian itu benar-benar membuat kami merasa sangat shock dan memberlakukan kondisi siaga 1, 24 jam sehari. Bagaimana tidak maling terkutuk itu sukses menggondol HP milik rekan kami lengkap dengan charger dan headsetnya, bahkan nyaris menggondol camera digital dan tas pinggang berisi Cardreader MP3 Player, MMC 1 GB, dan beberapa kuitansi penting (alhamdulillah maling tersebut, entah karena ceroboh meninggalkan barang-barang tersebut di luar penginapan kami). Saya bersyukur pada tuhan karena laptop saya yang terpasang lengkap dengan charger dan mousenya, meski posisinya dekat dengan HP yang hilang tadi tak dibawa pula oleh pelaku (agaknya pelaku emang spesialis HP atau karena dia masih tergolong maling kampung yang buta teknologi). Alhasil setelah kejadian menyebalkan tersebut kami sadari pagi harinya, kami langsung meluncur ke Polres setempat. Sesampainya di Polres suasana tampak begitu sepi (mungkin personilnya emang dikit), lalu kami mendatangi unit pelayanan kepolisian. Ketika datang melapor kami langsung dilayani dengan baik oleh personil yang bertugas. Setelah menceritakan permasalahan kami, personil yang bertugas langsung mengantar kami menuju ruangan intelkam. Di situ kami ditanyai seputar kronologi kejadian (total sekitar 15 pertanyaan saja), setelah selesai petugas tersebut menjanjikan akan menindaklanjuti kejadian ini dengan mengirim unit TKP ke basecamp kami. Sebenarnya kami minta unit TKP datang siang itu juga, tapi berhubung unit TKPnya lagi sibuk turun lapangan jadinya ditunda. Sampai hari ini ternyata unit TKP yang dijanjikan tersebut belum datang-datang juga. Padahal setelah kasus pencurian di Basecamp kami, hanya selang dua hari 2 rumah lain di dekat tempat tinggal kami juga didatangi maling yang juga merusak jendela mereka. Pak RT yang mendapat banyak pengaduan dari warga juga frustasi karena laporannya ke Kepolisian setempat belum juga ditindaklanjuti, sehingga warga setempat berinisiatif melakukan pengamanan sendiri-sendiri lingkungan mereka.

Minggu, 04 Mei 2008

Mengukir Sejarah di Pangkalan Bun


Seperti topik kita saat ini seperti judul diatas saya akan sedikit memperkenalkan misi tim kami bulan lalu terkait pengerjaan RTBL (Rencana Tata Bangunan & Lingkungan) pada kawasan bersejarah Istana Kuning dengan tema "Urban Heritage" di Kota Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Keraton Istana Kuning yang berdiri megah di sekitar pusat kota Pangkalan Bun merupakan bangunan bersejarah penting peninggalan Kesultanan Kutaringin.

Ketika pertama kali menginjakkan kaki di kota ini untuk merencanakan RTBL Kawasan Istana Kuning beserta beberapa rekan anggota tim lainnya, saya sedikit terkesan oleh kebersihan kota ini dan kontur kotanya yang berbukit-bukit (sedikit mengingatkan saya akan keindahan kota Batu Jawa Timur). Apalagi ternyata kota ini memiliki penduduk yang heterogen layaknya kota-kota besar di Indonesia mengingat kota ini memiliki daya tarik ekonomi yang kuat di Kalimantan Tengah dengan keberadaan Pelabuhan Kumai yang merupakan pintu gerbang utama perekonomian Kalteng. Hal yang juga mengejutkan saya adalah asal-usul pendiri Kesultanan Kutaringin ini juga memiliki hubungan darah dengan petinggi Kerajaan Demak, jadi tidaklah heran kalo arsitektur bangunan kesultanannya merupakan perpaduan budaya lokal, melayu, dan jawa.
Jadi kedatangan kami ini sebenarnya membawa misi yang penting untuk mencoba merekonstruksi kembali bangunan historis setempat berdasar data-data hasil penelusuran sejarah yang kami peroleh dari berbagai sumber.

Keraton yang terletak di desa Raja, Kecamatan Arut Selatan ini dinamai Keraton Lawang Agung Bukit Indera Kencana. Selain memiliki arsitektur yang indah, juga bersifat terbuka tanpa dilindungi Benteng seperti keraton di Jawa. Dari observasi yang dilakukan keraton ini terletak di atas bukit dan menghadap ke Sungai. Kemegahannya tercipta dari hirarkhi ruang yang mulai dari permukaan air, tebing sungai, jalan dan halaman yang menjadi alun-alun keraton. Dari posisinya yang berada tepat diatas bukit, keraton yang sekarang sedang dipugar ini, memiliki geomancy yang bagus. Kemudian diseberang sungai, berhadapan dengan keraton adalah Kawasan Pecinan. Pecinan ini muncul pada waktu orang-orang Tionghoa berniat untuk bermukim di Pangkalan Bu’un beberapa abad silam. Oleh sultan mereka diberi tempat di seberang sungai sehingga secara politis terpisah dengan keraton. Ini menunjukkan bahwa Pangeran Ratu Imannudin seorang perencana kota yang baik dimana setiap perletakan ruang selalu diperhitungkan dampak sosial politisnya.
Pangkalan Bun menurut sejarah berdirinya merupakan salah satu kota bersejarah yang paling tua di Propinsi Kalimantan Tengah serta mempunyai potensi dan nilai historis dalam pengembangan wisata budaya dan sejarah. Pengembangan secara umum di perlukan diantaranya pengembangan fisik kawasan tersebut, juga perlu pengembangan fasilitas penunjang, serta aksesibilitas yang baik. Penataan fisik bangunan, penataan zonasi, penataan landscape, penentuan batas koridor serta pelaksanaan prinsip – prinsip konservasi dan pengembangan wisata terbatas untuk kawasan konservasi merupakan hal yang mutlak untuk dipertimbangkan.
Kesimpulannya berbicara tentang kota dalam pembahasan yang luas tidak akan terlepas dari perspektif sejarah pembentukan suatu kota. Pembahasan dalam konteks historis (sejarah) tidak hanya bermakna pada nilai-nilai arkeologis tetapi juga dalam konteks peri-kehidupan masyarakat dalam arti luas (sosial budaya maupun ekonomi). Per
kembangan kota sebagai konsekwensi adanya perubahan sosial budaya masyarakat yang sangat menentukan perubahan wujud fisik kota. Dalam hal ini perkembangan kota yang termanifestasi dalam bentukan fisik kota dapat berkembang dengan baik dengan menonjolkan karakter yang memiliki harmonisasi, dan pada sisi lain perkembangan kota tidak tertata dengan baik sehingga melenceng jauh dari prinsip harmonisasi bentukan fisk kota yang ada.




Selasa, 08 April 2008

Renungan : Maret 2008 Sebagai Bulan Kebangkitanku...

Seperti yang telah saya ceritakan sebelumnya dalam tulisan blog saya, begitu lulus kuliah dari ITN atau beberapa hari setelah diwisuda, pada tanggal 3 Desember 2007-23 februari 2008 saya mengikuti kursus english di Kota Pare, Kediri. Setelah hampir 3 bulan menjalani kursus english, kami diwajibkan menjalani serangkaian ujian mulai speaking, listening, hingga ujian writting. Pada tanggal 23 februari 2008 (sekitar jam 11 malam) saat dalam perjalanan menuju Candi Borobudur bersama seluruh peserta kursus dalam rangka menjalani ujian speaking dengan mewawancarai para Turis asing disana, di dalam bus tiba-tiba saya merasakan sakit kepala dan demam yang hebat. Hingga pagi hari (24 feb) rasa sakit itu juga tidak hilang, malahan badan saya tambah lemas, kurang fit, dan juga kehilangan nafsu makan (pagi itu hingga balik ke bus siangnya saya memilih tidak makan karena emang nggak nafsu). Saat itu saya masih berpikir bahwa saya hanya menderita demam biasa, karena itu saya mencoba melawan penyakit itu dengan berbagai cara. Akan tetapi upaya itu tidak berhasil karena nyatanya selama di Borobudur saya merasa tambah kepanasan, lemas, dan mengantuk berat. Saya bahkan tidak peduli dengan segala aktivitas, keindahan alam dan budaya disana karena yang ada di pikiran saya saat itu cuma bagaimana cara menemukan tempat terlindung yang nyaman untuk tidur (ternyata saya tidak menemukannya!!!). Jujur saja saat itu saya benar-benar jengkel dengan pihak pengelola Candi yang tampaknya kurang memperhatikan kebutuhan para pengunjung padahal obyek wisata tersebut berskala internasional. Bayangkan di sekitar bangunan Candi saya ternyata tak menemukan toilet barang sebiji pun, malahan lokasi toiletnya ternyata begitu jauh dari bangunan utama candi (Bayangkan apa jadinya jika ada pengunjung manula/lemah fisiknya karena sakit, ketika berada di puncak candi yang begitu tinggi itu tiba-tiba kebelet pipis..!!!, apa ia mesti pipis di atas candi yang sakral itu???).
Kembali ke permasalahan utama saya saat di Borobudur, ketika sakit tersebut saya rasakan mencapai puncaknya di siang hari (saya bahkan nyaris pingsan di atas candi, dan sulit dibayangkan apa yang terjadi mengingat fasilitas pelayanan kesehatan bersifat emergency begitu jauh dari sana). Yang saya lakukan saat itu hanyalah berdoa dan berdoa sambil terus berharap tuhan segera menolong dan memberi kekuatan pada saya. Saya bahkan sudah begitu pasrah dan mengikhlaskan diri jika seandainya saat itu "Tuhan hendak memanggil saya". Teman-teman sebenarnya juga turut prihatin tapi mereka mengira saya hanya demam biasa jadi mereka tetap melanjutkan aktivitas wawancara mereka dengan turis-turis asing dan asyik berfoto ria.
Setelah berjuang keras untuk survive melawan penyakit saya dengan senjata pamungkas saya yaitu doa dan dzikir akhirnya saya masih sempat bertahan lama diatas candi (saya bahkan sempat mengelilingi bangunan utama candi meski bolak-balik berhenti istirahat). Setelah sekitar empat jam di Borobudur saya kemudian mengikuti rombongan kembali ke bus (sebenarnya saya pingin duluan pulang, tapi entah kenapa batin saya selalu menolak). Alhamdulillah meski sedikit payah saya lalu bisa sukses kembali ke bus bersama teman-teman lainnya (Hal ajaibnya adalah meski saya menderita demam yang dahsyat saat itu, saya mampu berjalan kaki lebih dari sejam, mulai dari puncak borobudur hingga ke dalam bus yang parkir di luar kawasan wisata tersebut tanpa istirahat semenitpun di jalan !!! padahal saya saat itu juga kelaparan karena belum makan pagi).
Sesampainya di dalam bus saya langsung minum sepuasnya (alhamdulillah saya benar-benar menemukan kenikmatan yang luar-biasa saat itu). Setelah itu kemudian saya segera tidur hingga bus membawa kami sampai di tempat wisata berikutnya yaitu Malioboro di Yogyakarta. Sesampainya di Malioboro di saat teman-teman pingin mengajak saya bershoping-ria (maksudnya biar saya lupa dengan penyakit saya) saya malah buru-buru mencari Masjid karena saat itu udah jam 2 siang lewat dan saya belum menghadap tuhan dengan mengerjakan kewajiban shalat dhuhur.
Usai shalat dhuhur saya kembali berdoa cukup lama sambil berpikir tentang cobaan yang menimpa saat itu. Saya bertanya-tanya mengapa di saat teman-teman dan semua orang bersenang-senang di tempat-tempat wisata yang kami kunjungi, justru saya malah menderita demam dahsyat dan kehilangan selera untuk menikmati kesenangan duniawi itu. Ketika saya keluar dari tempat shalat, di perjalanan dekat monumen serangan umum 1 maret saya melihat beberapa gelandangan, pengemis, dan anak-anak jalanan yang tampak begitu memelas karena seperti kelaparan (saat itu hati saya terguncang karena tuhan sepertinya sedang menegur saya akan kenyataan bahwa di dunia ini ada banyak orang yang lebih buruk nasibnya daripada saya).
Saat kembali ke bus saya lagi-lagi melanjutkan tidur saya hingga sore (Saya bahkan melewatkan lagi waktu makan siang, sehingga saya seperti orang yang lagi puasa karena tidak makan pagi dan siang, saya cuman minum air dan makan sedikit camilan).
Hingga malam hari saya lebih banyak tiduran di bus, saya hanya keluar bus saat waktu shalat dan makan malam saja. Sampai tengah malam ketika kami sampai kembali di Kota Pare, tiba-tiba saya merasakan semakin bertambah lemas dan bahkan ngangkat tas ransel saja saya tidak kuat hingga saya dibantu Mr Farhan, pengajar favorit di tempat kursus. Beliau tidak hanya membantu ngangkat tas saya, tetapi juga menuntun saya melewati kegelapan malam menuju asrama EECC yang juga satu komplek dengan tempat kursus saya (Thank u very much sir!!!). Saat itu saya memutuskan untuk tinggal di asrama hingga esok pagi.
Kemudian ketika saya kembali ke tempat kos saya dari asrama sekitar jam sembilan pagi (25 feb 2007) saya kembali tidur sampai waktu dhuhur. siangnya saya minum obat demam, tapi sorenya saya malah mual-mual, bahkan malam saya bolak-balik muntah dan perut terasa sangat sakit sekali. Saat itu saya berusaha tetap tenang dan banyak-banyak berdoa, beberapa teman terlihat panik dan menyarankan saya segera ke dokter. Saya menolak dengan halus dengan beralasan saat itu sudah terlalu malam (sekitar jam sepuluh lewat), jadi saya memutuskan besok pagi saja berobatnya. Keesokan harinya sekitar jam stengah 9 pagi teman saya, Yusuf (thanks bro...semoga allah membalas kebaikanmu) lalu mengantar saya menuju rumah sakit (RSUD Pare) karena jaraknya cukup dekat dari kos saya (hanya sekitar 300 meter). Disana saya langsung dilayani dengan baik meski ngantri hampir sejam untuk bertemu dokternya. Setelah diperiksa ternyata menurut dokter saya menderita Demam Berdarah dan harus segera dirawat inap hari itu juga. Kemudian saya setuju untuk segera dirawat inap dan segera membayar beberapa persyaratan administrasi yang dibutuhkan. Saya lalu disuruh keluar ama dokter itu agar menunggu di ruang tunggu hingga berjam-jam sampai saya bosan dan hampir pingsan lagi (wah brengsek juga dokter itu !!!). Akhirnya saya memaksa dokter tersebut agar saya segera mendapat perawatan di ruang rawat inap. Maklum saja saya ngotot seperti itu masalahnya kadar trombosit saya menurut dokter dibawah 50...(satuannya saya lupa) atau tinggal sepertiga dari ukuran normalnya.
Alhamdulillah saya lalu segera dibawa ke ruang rawat inap dan segera diinfus. Tapi sehari disana saya mulai tidak betah karena merasa privasi saya terganggu oleh beberapa pasien yang suka mengaduh kesakitan. Akhirnya saya minta pindah kamar ke Kelas I yang lebih tenang dan nyaman menurut saya. Seminggu di rumah-sakit hampir menguras tabungan saya karena saya harus ngeluarin jutaan rupiah untuk biaya perawatan tersebut. Tapi itu tak masalah bagi saya karena dalam pikiran saya yang penting saya segera sembuh dan kembali beraktivitas secara normal. Selama di rumah-sakit saya juga selalu menyempatkan diri banyak-banyak berdoa dan berdzikir sambil meminta dukungan ortu, keluarga, dan teman-teman. Teman-teman saya di Pare tak henti-hentinya datang menjenguk dan mendoakan saya, termasuk beberapa polisi kenalan saya di Pare.
Sekitar seminggu kemudian yaitu tanggal 2 maret saya minta pulang dan dirawat di rumah karena jujur saja saya sudah tidak betah lagi berlama-lama tinggal di rumah sakit. akhirnya saya diijinkan pulang ke rumah tanggal 3 maret 2008 meski sebenarnya saya belum sembuh benar karena kadar trombosit saya masih rendah. Sesampainya di rumah saya kembali melanjutkan hobi saya di rumah-sakit yaitu tidur hingga waktu shalat tiba. Anehnya malam hari saya mulai pusing, kemampuan penglihatan saya juga mulai kacau karena saya melihat benda-benda yang ada di sekitar saya tampak lebih kecil dari seharusnya. Malam itu pikiran saya benar-benar kacau dan sulit berkonsentrasi dengan peristiwa yang saya alami. Bahkan hingga jam stengah 12 malam saya belum juga bisa tidur dengan tenang. Saya tidak henti-henti merasa gelisah dan merasa kepala saya bertambah sakit dan cenut-cenut. Selama masa kritis tersebut saya mencoba bersikap tenang, sabar dan menata hati saya agar tetap ikhlas dengan cobaan yang saya alami sambil tak henti-henti berdoa kepada tuhan agar saya diberi kesembuhan, kekuatan, dan pertolongan agar bisa segera keluar dari kondisi kritis yang saya alami ini. akhirnya jam 12 lewat saya berhasil tidur dengan nyenyak.
Malam itu ketika menikmati tidur saya yang nyenyak tiba-tiba saya bermimpi yang sangat indah sekali (seingat saya seumur hidup belum pernah saya merasakan mimpi yang seindah ini). Mimpi itu benar-benar membangkitkan spirit saya untuk bangkit dari kondisi kritis yang saya alami dan memberikan banyak inspirasi bagi saya untuk berkarya mengabdi pada tuhan dan seluruh umat selama hidup di bumi ini.

Penyakit Demam berdarah tersebut masih saya derita kira-kira seminggu setelah keluar dari rumah sakit. Ada banyak inspirasi dan gagasan-gagasan nyeleneh dan ngawur yang saya peroleh semasa sakit tersebut. Selama proses penyembuhan itu berat badan saya turun sekitar 6 Kg (suatu jumlah yang besar bagi orang sekurus saya) tapi anehnya kekuatan fisik saya tambah besar (mungkin pengaruh obat dari rumah sakit), setidaknya itu sudah pernah saya uji saat teman-teman pengajian saya di Malang berlatih sepakbola dengan tentara dari Yon Armed Singosari, saya mampu berlari keliling lapangan Armed 5 putaran non-stop (sebenarnya saya masih bisa nambah lagi) dengan jarak tempuh 2 km (padahal saya dikenal paling jarang olahraga dan rekor saya untuk lari non-stop seperti itu tak lebih dari 700 m).


Sabtu, 29 Maret 2008

Menjual Tanpa Membangun : Penerapannya Dalam Konteks Wisata di Wilayah Malang

Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang potensial sebagai sumber penghasil devisa bagi Indonesia. Kegiatan pariwisata meskipun saat ini masih menempati urutan ketiga dalam memasukkan pendapatan dan devisa negara (sesudah migas dan tekstil), tetap terus diupayakan peningkatannya dan diharapkan menjadi primadona dalam memasok pendapatan dan devisa negara (Tjuk K Sukiadi, Prospek Dan Analisis Pertumbuhan Kepariwisataan Jatim). Dalam lingkup pembangunan nasional sektor ini memiliki kontribusi berarti dalam Pendapatan Domestik Regional Bruto ( PDRB ) karena menurut data terbaru 2007 dari Depbudpar (http://www.budpar.go.id/page.php?ic=521&id=1154) jumlah devisa yang diraup dari turis asing saja menjcapai USD 5,346 milyar, padahal kontribusi wisatawan domestik lebih besar dari itu. Jadi bisa anda bayangkan betapa besarnya kontribusi sektor pariwisata ini.
Dalam konteks pembangunan daerah, sektor pariwisata memberikan pengaruh yang sangat besar bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah didapat dari aspek riil dan non riil. Dari aspek riil seperti pajak-pajak retribusi dan lain sebagainya. Sedangkan dari sisi non riil, Pendapatan Asli Daerah diperoleh dari peningkatan perekonomian masyarakat yang berdampak kepada bertambahnya penerimaan pajak. Sektor pariwisata yang kegiatannya bersifat konsumtif ini memberikan efek secara langsung terhadap perekonomian masyarakat. Jadi secara tidak langsung sektor pariwisata memberikan kontribusi besar bagi Pendapatan Asli Daerah disisi non riil.
Sehubungan dengan hal itu, wilayah Malang sebagai daerah pariwisata terbesar di Jawa Timur yang telah dikenal dengan keindahan alam dan keunikan budaya tradisionalnya sangat potensial untuk terus dikembangkan sebagai motor penggerak perekonomian lokal dan sekaligus mampu memberdayakan masyarakat setempat agar selalu turut andil dalam pembangunan kepariwisataan. Dalam rangka mengoptimalkan potensi wisata alam dan budaya tersebut maka penting untuk membatasi kegiatan-kegiatan wisata pada aspek yang humanis dan lebih ramah lingkungan untuk menjaga potensi-potensi tersebut tetap sustainable misalnya dengan penggunaan model ekowisata dan wisata lain sejenisnya.
Sektor pariwisata dikenal membutuhkan investasi yang cukup besar dalam pengembangannya. Misalnya saja dalam pengembangan pariwisata disuatu tempat membutuhkan banyak pembangunan fisik seperti hotel, restoran, dan fasilitas lainnya. Namun ternyata hal tersebut menimbulkan dampak yang kompleks terhadap kondisi lingkungan, kerumitan manajemen pengelolaan, dan beberapa konflik sosial, misalnya dalam hal pembebasan tanah warga lokal. Beberapa objek wisata terkesan tidak siap dengan banyaknya pembangunan fisik terutama dalam hal perawatannya (maintenance) sehingga objek-objek tersebut terkesan ditelantarkan. Kita lihat saja saat ini banyak objek wisata yang kondisi lingkungannya begitu buruk sehingga tak layak disebut sebagai objek wisata. Sebut saja salah satunya Taman Wisata Wendit di Pakis Malang, objek wisata ini meski berskala regional dan selalu dipadati pengunjung, tapi tetap saja objek wisata ini tampak kurang terawat, kotor, dan tidak teratur.
Sebagai solusi untuk mengurangi dampak-dampak tersebut, maka perlu adanya model baru dalam pengembangan wisata yaitu dengan cara mengembangkan potensi wisata tanpa membangun (Zero Investation). Tapi model ini tentu saja dibatasi pada objek-objek wisata yang alami. Penekanan objek ini juga tak semata-mata menjual keindahan fisik saja, tetapi juga menjual pengalaman psikologis dengan menjalani berbagai aktivitas dengan tema tertentu sesuai kondisi lingkungannya. Hal ini diaplikasikan dengan mengeksplorasi potensi-potensi wisata yang dikemas dalam suatu program paket wisata perjalanan yang layak jual. Konsep wisata ini memang masih jarang yang menerapkan, tetapi beberapa Mahasiswa Planologi yang meneliti tentang konsep wisata Menjual tanpa membangun sudah mencoba mengembangkannya secara aplikatif dalam bentuk program paket wisata yang disebut paket wisata eko-kultur di wilayah Tumpang pada tahun 2006 !
Pengembangan wisata ekokultur ini sangat menguntungkan dari berbagai aspek. Dari aspek fisik, pengembangan wisata ini tidak memerlukan investasi pembangunan fisik permanen seperti bangunan, jalan, jaringan utilitas dan sejenisnya karena yang dibutuhkan hanyalah tempat yang representatif dan aktivitas yang unik. Dari aspek sosial pengembangan wisata ini tidak bertentangan/menimbulkan konflik sosial dengan budaya masyarakat, melainkan justru mendukung kebudayaan setempat. Dari aspek ekonomi pengembangan wisata ini jelas membantu memberdayakan perekonomian masyarakat dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, dan berperan sebagai katalis utama bagi pertumbuhan ekonomi wilayah setempat. Dari aspek lingkungan, selain membantu upaya konservasi lingkungan dengan tidak adanya pembangunan fisik, juga mencegah upaya destruktif masyarakat dalam merambah hutan seiring meningkatnya kesejahteraan masyarakat dari sektor pariwisata, bagaimana menurut anda ? jika tertarik untuk mendiskusikan konsep ini silakan hubungi Jurusan Planologi - ITN Malang.

Selasa, 25 Maret 2008

Komunitas Sukses

  
Charles Torrey dalam disertasinya yang diajukan kepada Universitas Heidelberg di Jerman tahun 1880 (Disertasinya berjudul “The Commercial – Theological Terms in The Koran” terbit di Leiden, 1892) bahwa kitab suci Al Qur’an sangat menarik bila dibandingkan dengan kitab suci agama lain. Karena, menurutnya, kitab suci tersebut menggunakan peristilahan profesional untuk menyatakan hal-hal yang paling dalam dari lubuk hati manusia. Beberapa kata dalam Al Qur’an dikutip Torrey yang mengindikasikan profesionalisme.

Sebagian pengamat Islam, mengambil pengamatan Torrey itu, untuk menunjukkan mengapa bangsa Barat lebih maju. Karena, antara lain, bangsa Barat telah mencurahkan perhatian yang sangat besar pada masalah-masalah profesionalisme. Sementara kaum muslim pada beberapa abad silam memberikan perhatian terlalu banyak pada kaum penguasa, serta kebijakan-kebijakan dan tindakan mereka, alias terlalu besar porsinya pada aspek politik dalam kehidupan bangsa-bangsa muslim.

William Cleveland, Profesor Sejarah di Universitas Simon Fraser, Canada, dalam disertasinya yaitu : “Islam Against the West : Shakib Arsalan and the Campaign for Islamic Nasionalism” menganalisis pemikiran Shakib Arsalan seorang penganjur Islam ideologis dengan bukunya “Limaza ta’-akhkhara al-muslimun wa taqaddama ghairuhum (Mengapa Kaum Muslim Mundur dan Selain Mereka Maju?)”. intinya, kemunduran itu terjadi, antara lain, adalah akibat kepentingan politik sesaat untuk mempertahankan kekuasaan, ambisi pribadi, mengambil tindakan atas nama agama padahal untuk kepentingan pribadi, yang akhirnya cenderung mengabaikan kepentingan umum yang lebih luas. Kelompok muslim menjatuhkan, menjelek-jelekkan, memojokkan, dan tindakan sejenisnya terhadap kelompok muslim lainnya. Akibatnya nasib kaum muslimin atau kepentingan bersama kaum muslimin terpinggirkan. Dalam pandangan, Dirjen Bimas Islam Departemen Agama, Prof.Dr. Nazaruddin Umar, bahwa umat Islam yang saling menjelekkan atau kelompok umat Islam memfitnah kelompok muslim lainnya akan menghambat atau bahkan membuat umat Islam mundur.

Telaah dari beberapa disertasi tersebut tampaknya masih ‘relevan’ dengan situasi dan kondisi bangsa kita dewasa ini. Karena itu, dengan memperhatikan dinamika dan perkembangan masyarakat kita dewasa ini, maka dalam Rakernas LDII 2007, salah satu hasilnya adalah mendorong tumbuhnya komunitas yang sukses atau successful community untuk merespon dan mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa ini. Ada 5 sukses yang ingin diwujudkan yaitu : pertama, sukses moral, warga LDII menjadi pribadi yang jujur, amanah, optimistik dan berbudi pekerti yang luhur, sekaligus nantinya dapat pula mendorong kea rah masyarakat yang jujur, amanah, dan berbudi pekerti yang luhur. Dengan kata lain, warga LDII memberikan contoh yang baik sebagai wahana utama dalam pembentukan moralitas yang berlaku di tengah-tengah masyarakat.

Kedua, sukses profesional. Warga LDII didorong mempunyai know how/skill yang mumpuni sekaligus menguasai ilmu pengetahuan, yang diharapkan mampu menjawab berbagai tantangan di masa depan.

Ketiga, sukses team building, warga LDII dapat bekerjasama dengan berbagai elemen masyarakat lainnya, selain tentunya juga mampu bekerja sama dengan sesama warga LDII sendiri. Karena diakui atau tidak, kompleksitas persoalan yang dihadapi bangsa ini tidaklah dapat diselesaikan hanya oleh sekelompok masyarakat saja, tapi harus juga melibatkan partisipasi dari berbagai elemen masyarakat lainnya, termasuk dengan aparatur pemerintahan baik di eksekutif, legislatif maupun yudikatif.

Aku-isme yang mengedepankan dirinya yang paling berjasa, paling bisa, seolah-olah tanpa dirinya tidak akan berhasil suatu pekerjaan, tentulah tidak mendapat tempat dalam konteks team building tersebut.

Keempat, sukse kepemimpinan. Dalam konteks ini, warga LDII menjadi pemimpin yang teladan, mulai dari tingkat keluarga, di lingkungan tempat tinggalnya, maupun dalam pergaulan masyarakat secara luas atau kepemimpinan dalam berbagai tingkatan di masyarakat. Pada tingkat masyarakat luas, harapannya, orientasi seorang pemimpin itu terkait langsung dengan kesejahteraan rakyatnya. Sedangkan pada tingkatan keluarga, sebagai pemimpin selain memberikan contoh keteladanan tapi juga mampu melayani kebutuhan keluarganya. Dalam konteks bangsa, kepemimpinan itu haruslah berorientasi pada pencapaian kesejahteraan orang banyak. Menurut sebagian cendekiawan muslim, ada sebuah adagium dalam Islam yaitu “Kebijakan dan tindakan seorang pemimpin haruslah terkait langsung kepada kesejahteraan rakyat yang dipimpin (tasharruf al-imam ala al-ra’iyyah manuthun bi al-mashalahah)”. Artinya, kesejahteraan masyarakat tidak akan tercapai, jika pemimpinnya tidak mewujudkan keadilan seluruh warga masyarakat, melainkan hanya untuk sebagian saja. Maka sukses kepemimpinan ini tidak hanya untuk warga LDII tapi juga diharapkan terwujud dalam masyarakat kita. Sukses kepemimpinan itu, dengan kata lain, LDII mendorong berkembangnya sikap kepemimpinan di berbagai lapisan masyarakat yang berwatak sebagai pelindung, pengayom, menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan, adil dan tidak kalah penting sebagai ‘pelayan’ bagi orang-orang yang dipimpinnya.

Kelima, adalah sukses kesejahteraan. Masyarakat yang sejahtera bukan hanya menyangkut kenyataan-kenyataan lahiriah dan angka statistic belaka, seperti kepemilikan rumah, mobil, dan sebagainya, tapi juga menyangkut kebebasan berorganisasi, kebebasan dan perlindungan dalam menjalankan ibadahnya, dan beberapa aspek kehidupan lainnya agar tercipta rasa keadilan. Ini sesuai dengan pandangan Islam, bahwa tujuan hidup perorangan adalah mencari kebahagiaan dunia dan akhirat yang dicapai melalui kerangka peribadatan kepada Alloh.

Kelima sukses tersebut bukan hanya ditujukan untuk warga LDII tapi harapannya juga terwujud di masyarakat dan bangsa Indonesia. Karena warga adalah bagian dari sebuah masyarakat, maka secara makro ia adalah mahluk sosial yang tidak berdiri sendiri. Artinya, kesuksesan itu tidak hanya menimpa warga LDII, tapi juga diupayakan tercipta di dalam masyarakat dan bangsa Indonesia. Apakah kelima sukses itu sekadar retorika? Mudah-mudahan tidak. Meskipun mungkin berat untuk mewujudkannya, tapi itu adalah konsekuensi dari visi dan misi LDII. Paling tidak, cukup berharga untuk direnungkan.


Oleh : H. Drs. Iskandar Siregar, MSi 
Sumber : www.ldii.or.id

Pasar Memaksa Manusia Jadi Individual

Manusia secara tidak sadar perlahan-lahan membentuk masyarakat yang konsumeris. Inilah yang membentuk masyarakat menjadi terkotak-kotak dalam kantong individualistik, “Apa yang bisa diharap dari masyarakat konsumeris?”. Sedangkan akibatnya adalah individualisme yang mengikis nilai-nilai sosial.

Pasar membuat orang terfragmentasi menjadi individu. Padahal di dalam karakter manusia sebagai makhluk sosial memerlukan komunikasi. Komunikasi yang terjalin dengan sendirinya melahirkan komitmen, lalu menjadi trust (kepercayaan). Inilah yang melahirlah bentuk makhluk sosial, yang akan memunculkan modal sosial.

meski pun masyarakat memiliki modal sosial namun masih memerlukan kecerdasan sosial, untuk meraih tujuan tiap individu dalam satu sistem sosial. Namun semuanya menjadi sia-sia ketika manusia hanya mementingkan diri sendiri. Sikap individualistik inilah yang melahirkan ketidakcerdasan sosial.

Bagaimana membangun kecerdasan sosial?
Syarat kecerdasan sosial adalah bila individu kenal diri, baik potensi maupun kelemahannya, atau sesuatu yang membuat dia tidak suka. Berarti selain potensi kita mengerti benar kelemahan dan emosi. Saya berpikir, sebuah system social yang baik adalah seperti tim bola, mereka menilai diri sendiri lalu menempati posisi masing-masing sesuai potensi mereka. Di sini perlu pelatih yang membimbing dan mengenali potensi.

Kita pernah punya modal sosial, tapi mengapa tak pernah memiliki kecerdasan sosial?
Untuk itulah kita perlu melakukan restorasi dan rekonstruksi kembali modal social kita. Tak perlu menyalahkan Orde Lama, Orde Baru, Orde saat ini. Karena kalau ribut mencari sebab kita akan berdebat terus tapi tak membangun. Manusia tak akan pernah bisa menyelesaikan pekerjaan dengan dendam.

Bagaimana merekonstruksi kembali?
Kenali diri, mulai dari yang kecil dari kita pribadi. Kenali potensi dan dinamika diri. Jadilah tuan dari emosi bukan duta emosi. Jadi semuanya bisa terkontrol. Allah tidak mungkin membuat manusia tidak sempurna, tapi manusia memiliki keterbatasan. Misalnya tidak bisa terbang tapi dengan potensi diri bisa membuat pesawat terbang.

Apakah ada jaminan sistem pendidikan yang bagus menciptakan kecerdasan sosial?
Di sinilah peran leadership, dalam sistem sosial yang sehat akan melahirkan leadership. Dia harus memiliki peran solidarity maker, dia bisa menciptakan kebersamaan di dalam para anggotanya. Selain itu seorang pemimpin harus sekaligus menjadi motivator.

Apakah sistem pendidikan kita tak melahirkan kecerdasan sosial?
Dulu sebenarnya sudah ada. Misalkan pelajaran bercerita, setelah guru bercerita bergantian murid bercerita ulang. Di sini ada proses mendengar dan didengarkan. Pelajaran ini membentuk watak manusia menjadi makhluk sosial. Pelajaran olah raga yang mementingkan permainan tim diajarkan. Sekarang ini pelajaran-pelajaran itu dikesampingkan. Inilah yang membentuk manusia menjadi individualistik.

Bagaimana dengan negara lain, apakah yang membuat mereka menjadi maju?
Di Cina dan India, kemajuan itu karena factor leadership. Dalam system social yang diperlukan adalah pemimpin transformasional, yang membimbing manusia dari jaman jahiliyah menjadi yang cerah, dari keadaan buruk menjadi baik. Dari kehilangan modal sosial menjadi memiliki modal sosial.

Bagaimana dengan dunia Islam?
Nabi Muhamad SAW adalah sosok pemimpin transformasional. Dia tak menetapkan target teknis, tapi mentransformasi manusia yang tak produktif menjadi produktif. Bila ini terjadi, dengan sendirinya target teknis teraih. Bedanya pemimpin sekarang menetukan target tapi tak pernah membangun manusianya.

Lalu bagaimana membangun leadership?
Memilih pemimpin tak bisa dengan cara menjiplak Negara maju. Harus disesuaikan dengan budaya. Dalam masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah tak perlu pemilihan langsung. Tapi dalam masyarakat yang pendidikannya tinggi pemilihan langsung menjadi perlu. Nah di sinilah fungsi partai, membentuk kader pemimpin bangsa. Partai bukanlah kendaraan untuk menjadi pemimpin.

Oleh : Ir Prasetyo Soenaryo, MT, Ketua DPP LDII
Sumber : www.ldii.or.id

Islam Tak Cukup dengan Jenggot Panjang dan Surban

Jenggot panjang, memakai surban, dan celana di atas tumit itu bagus. Tapi hal-hal yang bersifat simbolik itu tidak cukup untuk dinilai bahwa dia telah mengamalkan ajaran Islam. Ulama terdahulu, seperti Ibnu Sina, Imam Al-Ghozali dan sejumlah tokoh Islam lain juga punya jenggot yang panjang dan juga pakai surban. Namun, sekali lagi, Islam tidak cukup hanya dengan jenggot dan surban saja.
KETUA Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siraj mengungkapkan hal tersebut saat menghadiri acara Maulid Akbar di Masjid At-Tin, di Kompleks Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. “Mengamalkan ajaran Islam tidak cukup hanya dengan memelihara jenggot hingga panjang, memakai surban, dan memakai celana dengan tinggi di atas tumit saja. Sebab, ajaran Islam cukup luas dan tidak bisa terwakilkan oleh sekedar simbol belaka,” paparnya.
Pernyataan Kang Said, demikian ia akrab disapa, itu merupakan tanggapan terhadap wacana kembali kepada madzhab Salafy yang dimunculkan sejumlah kelompok di Indonesia. Namun, ia menegaskan, penerapan madzhab Salafy tidak cukup hanya dengan pelaksanaan hal-hal yang simbolik. “Ulama terdahulu dan sejumlah tokoh Islam lain juga mempunyai jenggot yang panjang dan juga memakai surban. Namun, sekali lagi, Islam tidak cukup dengan jenggot dan surban saja,” tuturnya.
Orang yang sudah beriman saja, ujar Kang Said, masih belum cukup. Sebab, orang yang telah beriman harus disempurnakan dengan amal dan ibadah yang baik, serta perilaku yang terpuji. Keimanan masih harus ditopang dengan moral dan prilaku yang baik,” jelas doktor jebolan Universitas Umul Quro’ Mekkah, Arab Saudi, itu.

KESAN konservatif, seperti umumnya para kiai di Indonesia, tak tersirat pada diri Said Aqiel Sirad. Sikap ulama asal Palimanan, Cirebon, Jawa Barat, itu bisa dikatakan sangat moderat. Bahkan, ia cenderung kontroversial. Keberaniannya mempertanyakan kembali dasar-dasar penting yang telanjur baku dalam praktik kehidupan beragama umat Islam mengingatkan orang kepada apa yang pernah dilakukan pendahulunya, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dan Nurcholish Madjid.
Atas keberanian sikapnya yang "kelewat batas" itu, Said Aqiel pernah dikafirkan oleh 12 orang kiai. Ada pula yang melayangkan surat ke almamaternya –Universitas Ummul Qura’ – Mekkah, meminta agar mencabut gelar doktornya. "Jangankan gelar doktor, gelar haji pun ambillah. Enggak usah digelari haji juga enggak apa-apa," tukasnya menanggapi serangkaian tudingan "miring" atas dirinya itu.
Tudingan "miring" itu bermula dari sejumlah sikapnya yang dinilai nyeleneh. Misalnya, ia menjalin persahabatan yang begitu erat dengan tokoh-tokoh non-muslim, seperti Romo Mangunwijaya (almarhum), Romo Mudji Sutrisno, dan Romo Sandyawan Sumardi. Ia juga tercatat sebagai salah satu penasihat Angkatan Muda Kristen Republik Indonesia.
Lalu, minatnya terhadap masalah kebangsaan dan hak asasi manusia juga tercermin dari keberadaannya sebagai salah satu pendiri Gerakan Keadilan dan Persatuan Bangsa, bersama tokoh-tokoh seperti Siswono Yudohusodo dan Sarwono Kusumaatmadja. Selain itu, ia juga bergabung dalam Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Peristiwa Kerusuhan 12-14 Mei 1998.
Menurut Said Aqil, serangkaian sepak terjangnya itu bukan tanpa alasan. Ia hanya ingin menunjukkan tiga hal penting yang seharusnya menjadi dasar penghayatan agama oleh setiap orang: toleran, moderat, dan akomodatif. "Islam yang benar itu, ya, moderat, toleran, dan akomodatif," tandas kiai yang senantiasa berpenampilan sederhana itu.
Dibesarkan di lingkungan pesantren, ahli tasawuf ini asli Cirebon. Ayahnya, Kiai Aqil Siraj, adalah seorang ulama bersahaja yang memiliki pondok pesantren kecil di Desa Kempeg, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Pesantren itu kini dikelola oleh saudara-saudara K.H. Said Aqil Siraj dan menampung sekitar seribu murid.
Said Aqil menamatkan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah (setingkat Sekolah Dasar) di kampung halamannya. Masa pendidikan pesantren setingkat sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas dihabiskannya di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. Pada 1980, didampingi istrinya (Nurhayati), ia melanjutkan studi dengan beasiwa di Tanah Suci Mekkah, Arab Saudi. Hidup di perantauan dilaluinya hingga 1994, dengan oleh-oleh gelar doktor bidang Ushuluddin (ilmu perbandingan agama) dari Universitas Ummul Qura’ - Mekkah. Dan di Mekkah pula keempat buah hatinya lahir.
Meski dikenal sebagai intelektual yang kritis, Said Aqil ternyata mempunyai sense of humour yang lumayan tinggi. Suatu hari, ia bercerita tentang kekonyolan penyeragaman yang dilakukan Gubernur Jawa Tengah Soewardi di masa lalu melalui program kuningisasi menjelang dan selama Pemilihan Umum 1997. "Saat itu, jangankan trotoar serta pagar, bedug mesjid, bahkan hewan kurban yang hendak dipotong pada Idul Adha pun harus dicat kuning," tuturnya. "Itu ‘kan konyol," tambah kiai yang juga mengajar di Universitas Islam Malang dan Perguruan Tinggi Ilmu Quran, Jakarta, itu.
MENGENAI kualitas umat Islam secara umum yang harus diperjuangkannya, dalam suatu kesempatan KH Said Aqil Siraj mengatakan bahwa saat ini beberapa kalangan Islam di Indonesia memahami agama Islam dengan sangat ekstrim (tatharruf). Mereka sering mengklaim diri sebagai Islam yang kaffah (menyeluruh) tetapi sebenarnya tidak pernah kaffah.
Bahwa Islam bukan hanya akidah dan syariah seperti yang mereka katakan, tetapi juga menawarkan budaya, peradaban dan moderasi Islam. Nah inilah yang ditawarkan NU dan inilah yang harus kita angkat, katanya.
Menurut Kang Said, NU juga harus menjaga, mengawal dan menjadi tameng keutuhan negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) karena NU berjasa besar ikut membangun dan mendirikan negara ini. Kita harus bersyukur kepada leluhur kita di mana beliau-beliau pada Muktamar di Banjarmasin 1936 sepakat membangun darus salam (negara kesejahteraan) bukan negara Islam. Para ulama merekrut semua komponen yang ada, baik lintas agama, etnis, budaya dan seterusnya. Ini memperkuat sumpah pemuda satu bangasa satu nusa dan satu bahasa, katanya.
Sikap seperti itu, kata Kang Said, terbentuk karena NU tidak terlalu mementingkan simbol, tidak legal formal, tidak mementingkan hal-hal yang bersifat lahir semata. Lebih penting lagi adalah nilai dan substansi Islam itu sendiri.
Di sisi lain, memang orang-orang nasionalis pada zaman itu adalah bukan orang-orang universal, bukan nasionalis sekuler yang betul-betul tidak memasukkan faktor agama atau tidak menginginkan agama campur tangan dalam kehidupan bernegara. Mereka bukan orang-orang nasionalis sebagaimana yang ditulis Ernast Renan dalam Whats the Nation tahun 1980, sehingga waktu itu Soekarno, Agus Salim, Kahar Muzakkar, Kiai Wahab Hasbullah, Wahid Hasyim dan Moh Hatta bisa saling ketemu,” katanya.
 
Sumber : http://www.ldii.or.id , wawancara dengan Ketua PBNU, Prof. Dr. KH Said Aqil Siraj