Tak terasa sudah 21 hari aku tinggal di Pangkalan Bun bareng teman-teman anggota tim lain dari Malang. Banyak sudah pengalaman menarik yang kami alami, yang semua itu tentunya telah banyak memberikan hikmah dan pelajaran penting bagi kami. Sejak pertama kali datang ke Kota ini sama sekali tak pernah terpikir oleh kami untuk menghadapi berbagai macam tantangan dan ujian yang datang bertubi-tubi hingga nyaris membuat kami frustasi. Ujian-ujian ini sepertinya merupakan bentuk kasih-sayang Tuhan (Allah) untuk menguji sejauhmana ketakwaan hambanya, dan apakah hambanya bisa berpikir waras dalam menghadapi ujian tersebut dengan selalu berpikir dan berprasangka positif.
Ujian pertama kami yang semuanya baru datang dari Kota nan sejuk Malang, ketika sampai di Kota Pangkalan Bun adalah suhu kota yang begitu panas menyengat. Bahkan di malam hari pun hawanya benar-benar membuat kami terus-menerus berkeringat (mungkin hal inilah yang menjadi penyebab kenapa warga setempat jadi malas berolahraga karena tanpa olahraga sekalipun mereka udah keluar keringat banyak). Bahkan beberapa teman yang membawa sweater dan jaket pun jadi menyesal karena toh barang-barang tersebut hampir nggak pernah digunakan selama ini. Itu sebabnya kami sangat menghindari survey lapangan di siang hari (waktu favorit kami kalo keluar rumah untuk pagi hari sampai jam 10 pagi, sementara sorenya mulai jam 3 sore keatas).
Ujian kedua kami adalah listrik yang sering padam (bahkan nyaris setiap hari selama 4-12 jam!!!). Asal tau aja kedatangan kami kesini untuk ngerjain rencana tata ruang... bukan untuk jalan-jalan, jadi aliran listrik sangat kami butuhkan untuk kelancaran pekerjaan kami karena kami sangat tergantung komputer, printer, dsb. Apalagi kami sering bekerja hingga tengah malam untuk ngejar deadline yang diberikan, beruntung kami masing-masing banyak yang bawa laptop sendiri sehingga sedikit banyak cukup membantu kelancaran kerja kami.
Ujian ketiga kami adalah masalah makanan, maklum tempat tinggal kami agak jauh dari pusat kota meski dekat dengan Kantor Bupati. Lho apa hubungannya....??? ya karena kami semua pada sibuk jadi sangat menggantungkan makanan dari luar, tapi masalahnya di sekitar tempat tinggal kami tidak ada warung yang pas dengan selera kami. Akhirnya kami pada sepakat mesan katering di sekitar basecamp dengan pertimbangan lebih efisien, gampang diatur menunya, dan gak perlu pusing nyari tempat (teorinya sih gitu). Ketika pesanan mulai di antar pada hari pertama, kami merasa puas karena menunya begitu spesial. Tapi setelah beberapa hari (entah apa itu emang kebiasaan pemilik katering) menunya mulai tampak membosankan bahkan nasinya terasa sedikit keras sehingga beberapa dari kami mengajukan keberatan pada pemilik katering (maklum sebagai mantan mahasiswa kami emang suka kritis menyikapi segala sesuatu). Agaknya pemilik katering ini tampak cuek menanggapi keluhan kami, buktinya beberapa hari selanjutnya menu yang diberikan sama seperti sebelumnya hingga beberapa dari kami mulai kehilangan nafsu makan padahal kami udah keluar jutaan rupiah untuk katering tersebut (selama di Malang belum pernah kami menjumpai katering semahal itu). Pantas emang pemilik katering tersebut jual mahal karena di sekitar tempat kami tidak ada pesaingnya, lagipula harga makanan disini emang mahal-mahal. Bayangkan sop buntut seporsi disini mencapai Rp 12.000, rata-rata emang diatas 10.000/porsi.
Ujian keempat kami adalah masalah virus lokal yang menjangkiti komputer kami. Kejadian ini benar-benar membuat kami amat frustasi karena komputer bagi kami adalah aset yang sangat vital dan bernilai khususnya dokumen-dokumen penting dan data kerjaan kami. Virus lokal yang memakai nama "jembatan kahayan" tersebut sangat sukar dibasmi, bahkan meski kami bolak-balik ngupdate beberapa antivirus terbaru dari internet, tapi virus tersebut tak juga angkat kaki dari komputer kami. virus tersebut selain membuat kinerja komputer menjadi sangat lambat dan sering "hang" juga merusak beberapa fungsi-fungsi dari sistem operasi windows kami. Setelah beberapa hari berjuang keras membasmi virus-virus tersebut, akhirnya kami menyerah dan terpaksa memformat partisi C: dan menginstall kembali semua program.
Ujian kelima kami adalah masalah Maling yang merajalela di kota ini. Hari senin lalu tanggal 5 mei 2008, penginapan kami disatroni Maling yang tampaknya masih amatiran. Kami perkirakan maling masuk lewat jendela depan yang kebetulan tak terkunci antara jam 03.00-05.00 subuh karena beberapa dari kami kerja lembur, dan paginya shalat subuh. Kejadian itu benar-benar membuat kami merasa sangat shock dan memberlakukan kondisi siaga 1, 24 jam sehari. Bagaimana tidak maling terkutuk itu sukses menggondol HP milik rekan kami lengkap dengan charger dan headsetnya, bahkan nyaris menggondol camera digital dan tas pinggang berisi Cardreader MP3 Player, MMC 1 GB, dan beberapa kuitansi penting (alhamdulillah maling tersebut, entah karena ceroboh meninggalkan barang-barang tersebut di luar penginapan kami). Saya bersyukur pada tuhan karena laptop saya yang terpasang lengkap dengan charger dan mousenya, meski posisinya dekat dengan HP yang hilang tadi tak dibawa pula oleh pelaku (agaknya pelaku emang spesialis HP atau karena dia masih tergolong maling kampung yang buta teknologi). Alhasil setelah kejadian menyebalkan tersebut kami sadari pagi harinya, kami langsung meluncur ke Polres setempat. Sesampainya di Polres suasana tampak begitu sepi (mungkin personilnya emang dikit), lalu kami mendatangi unit pelayanan kepolisian. Ketika datang melapor kami langsung dilayani dengan baik oleh personil yang bertugas. Setelah menceritakan permasalahan kami, personil yang bertugas langsung mengantar kami menuju ruangan intelkam. Di situ kami ditanyai seputar kronologi kejadian (total sekitar 15 pertanyaan saja), setelah selesai petugas tersebut menjanjikan akan menindaklanjuti kejadian ini dengan mengirim unit TKP ke basecamp kami. Sebenarnya kami minta unit TKP datang siang itu juga, tapi berhubung unit TKPnya lagi sibuk turun lapangan jadinya ditunda. Sampai hari ini ternyata unit TKP yang dijanjikan tersebut belum datang-datang juga. Padahal setelah kasus pencurian di Basecamp kami, hanya selang dua hari 2 rumah lain di dekat tempat tinggal kami juga didatangi maling yang juga merusak jendela mereka. Pak RT yang mendapat banyak pengaduan dari warga juga frustasi karena laporannya ke Kepolisian setempat belum juga ditindaklanjuti, sehingga warga setempat berinisiatif melakukan pengamanan sendiri-sendiri lingkungan mereka.
Ujian pertama kami yang semuanya baru datang dari Kota nan sejuk Malang, ketika sampai di Kota Pangkalan Bun adalah suhu kota yang begitu panas menyengat. Bahkan di malam hari pun hawanya benar-benar membuat kami terus-menerus berkeringat (mungkin hal inilah yang menjadi penyebab kenapa warga setempat jadi malas berolahraga karena tanpa olahraga sekalipun mereka udah keluar keringat banyak). Bahkan beberapa teman yang membawa sweater dan jaket pun jadi menyesal karena toh barang-barang tersebut hampir nggak pernah digunakan selama ini. Itu sebabnya kami sangat menghindari survey lapangan di siang hari (waktu favorit kami kalo keluar rumah untuk pagi hari sampai jam 10 pagi, sementara sorenya mulai jam 3 sore keatas).
Ujian kedua kami adalah listrik yang sering padam (bahkan nyaris setiap hari selama 4-12 jam!!!). Asal tau aja kedatangan kami kesini untuk ngerjain rencana tata ruang... bukan untuk jalan-jalan, jadi aliran listrik sangat kami butuhkan untuk kelancaran pekerjaan kami karena kami sangat tergantung komputer, printer, dsb. Apalagi kami sering bekerja hingga tengah malam untuk ngejar deadline yang diberikan, beruntung kami masing-masing banyak yang bawa laptop sendiri sehingga sedikit banyak cukup membantu kelancaran kerja kami.
Ujian ketiga kami adalah masalah makanan, maklum tempat tinggal kami agak jauh dari pusat kota meski dekat dengan Kantor Bupati. Lho apa hubungannya....??? ya karena kami semua pada sibuk jadi sangat menggantungkan makanan dari luar, tapi masalahnya di sekitar tempat tinggal kami tidak ada warung yang pas dengan selera kami. Akhirnya kami pada sepakat mesan katering di sekitar basecamp dengan pertimbangan lebih efisien, gampang diatur menunya, dan gak perlu pusing nyari tempat (teorinya sih gitu). Ketika pesanan mulai di antar pada hari pertama, kami merasa puas karena menunya begitu spesial. Tapi setelah beberapa hari (entah apa itu emang kebiasaan pemilik katering) menunya mulai tampak membosankan bahkan nasinya terasa sedikit keras sehingga beberapa dari kami mengajukan keberatan pada pemilik katering (maklum sebagai mantan mahasiswa kami emang suka kritis menyikapi segala sesuatu). Agaknya pemilik katering ini tampak cuek menanggapi keluhan kami, buktinya beberapa hari selanjutnya menu yang diberikan sama seperti sebelumnya hingga beberapa dari kami mulai kehilangan nafsu makan padahal kami udah keluar jutaan rupiah untuk katering tersebut (selama di Malang belum pernah kami menjumpai katering semahal itu). Pantas emang pemilik katering tersebut jual mahal karena di sekitar tempat kami tidak ada pesaingnya, lagipula harga makanan disini emang mahal-mahal. Bayangkan sop buntut seporsi disini mencapai Rp 12.000, rata-rata emang diatas 10.000/porsi.
Ujian keempat kami adalah masalah virus lokal yang menjangkiti komputer kami. Kejadian ini benar-benar membuat kami amat frustasi karena komputer bagi kami adalah aset yang sangat vital dan bernilai khususnya dokumen-dokumen penting dan data kerjaan kami. Virus lokal yang memakai nama "jembatan kahayan" tersebut sangat sukar dibasmi, bahkan meski kami bolak-balik ngupdate beberapa antivirus terbaru dari internet, tapi virus tersebut tak juga angkat kaki dari komputer kami. virus tersebut selain membuat kinerja komputer menjadi sangat lambat dan sering "hang" juga merusak beberapa fungsi-fungsi dari sistem operasi windows kami. Setelah beberapa hari berjuang keras membasmi virus-virus tersebut, akhirnya kami menyerah dan terpaksa memformat partisi C: dan menginstall kembali semua program.
Ujian kelima kami adalah masalah Maling yang merajalela di kota ini. Hari senin lalu tanggal 5 mei 2008, penginapan kami disatroni Maling yang tampaknya masih amatiran. Kami perkirakan maling masuk lewat jendela depan yang kebetulan tak terkunci antara jam 03.00-05.00 subuh karena beberapa dari kami kerja lembur, dan paginya shalat subuh. Kejadian itu benar-benar membuat kami merasa sangat shock dan memberlakukan kondisi siaga 1, 24 jam sehari. Bagaimana tidak maling terkutuk itu sukses menggondol HP milik rekan kami lengkap dengan charger dan headsetnya, bahkan nyaris menggondol camera digital dan tas pinggang berisi Cardreader MP3 Player, MMC 1 GB, dan beberapa kuitansi penting (alhamdulillah maling tersebut, entah karena ceroboh meninggalkan barang-barang tersebut di luar penginapan kami). Saya bersyukur pada tuhan karena laptop saya yang terpasang lengkap dengan charger dan mousenya, meski posisinya dekat dengan HP yang hilang tadi tak dibawa pula oleh pelaku (agaknya pelaku emang spesialis HP atau karena dia masih tergolong maling kampung yang buta teknologi). Alhasil setelah kejadian menyebalkan tersebut kami sadari pagi harinya, kami langsung meluncur ke Polres setempat. Sesampainya di Polres suasana tampak begitu sepi (mungkin personilnya emang dikit), lalu kami mendatangi unit pelayanan kepolisian. Ketika datang melapor kami langsung dilayani dengan baik oleh personil yang bertugas. Setelah menceritakan permasalahan kami, personil yang bertugas langsung mengantar kami menuju ruangan intelkam. Di situ kami ditanyai seputar kronologi kejadian (total sekitar 15 pertanyaan saja), setelah selesai petugas tersebut menjanjikan akan menindaklanjuti kejadian ini dengan mengirim unit TKP ke basecamp kami. Sebenarnya kami minta unit TKP datang siang itu juga, tapi berhubung unit TKPnya lagi sibuk turun lapangan jadinya ditunda. Sampai hari ini ternyata unit TKP yang dijanjikan tersebut belum datang-datang juga. Padahal setelah kasus pencurian di Basecamp kami, hanya selang dua hari 2 rumah lain di dekat tempat tinggal kami juga didatangi maling yang juga merusak jendela mereka. Pak RT yang mendapat banyak pengaduan dari warga juga frustasi karena laporannya ke Kepolisian setempat belum juga ditindaklanjuti, sehingga warga setempat berinisiatif melakukan pengamanan sendiri-sendiri lingkungan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar