Jumat, 27 Juni 2008

Merenungi Arti Hidup Kita di Dunia

Sebagai seorang manusia yang diberi kesempatan oleh tuhan untuk bisa hidup di dunia ini, seharusnya kita harus memahami apa sebenarnya yang menjadi tugas dan tanggung-jawab kita di dunia ini. Sejak di dalam kandungan, manusia telah mengucap janji untuk tunduk pada kekuasaan tuhan. Ini sudah menjadi hukum yang tidak bisa ditawar-tawar lagi sejak Adam diciptakan. Oleh karena itu Tuhan Kita, Allah telah menganugerahi setiap manusia dengan Akal. Akal adalah perangkat utama yang dimiliki manusia agar bisa berpikir waras, mampu membedakan antara kebenaran dengan kesesatan, kebaikan dan kejahatan dan mampu survive menghadapi berbagai macam ujian dan tantangan.

Akan tetapi sayangnya setelah terlahir ke dunia ini, banyak manusia yang sudah lupa akan kewajibannya. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya benteng keimanan yang dimiliki sekaligus juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dimana ia dilahirkan. Faktor kurangnya pendidikan dan perhatian dari orangtua dan orang-orang terdekat merupakan penyebab utama.

Pendidikan formal yang diperoleh sejak kecil ternyata hanya melatih orang menjadi serba tahu dengan terus mengasah otaknya, tapi tidak memiliki rasa karena memudarnya nurani yang dimiliki. Akibatnya pendidikan formal hanya menghasilkan orang-orang yang pintar, tetapi kurang memiliki hati nurani sehingga mudah disesatkan.

Pendidikan formal seperti itu haruslah diimbangi dengan pendidikan non-formal seperti pendidikan spiritual. Pendidikan spiritual berguna untuk menentramkan batin kita, mengasah nurani, dan mampu membuat kita menjadi lebih bijaksana dan senantiasa optimis setiap saat. Pendidikan spiritual merupakan obat hati yang membuat kita selalu berpikiran positif dan fokus dalam menjalani hidup.

Saat ini seiring bertambah merosotnya moralitas masyarakat akibat pengaruh-pengaruh negatif gaya hidup yang dipertontonkan setiap hari oleh media kita yang dipenuhi cerita gosip, fitnah, kekerasan, takhayul, seksualitas dan sebagainya benar-benar menjadi ujian bagi kita untuk menjaga kematangan emosi jiwa dan spiritual. Jika anda tidak punya atau kurang memiliki kematangan spiritual, maka kemungkinan besar akan mudah terombang-ambing tanpa arah, bahkan bisa menjadi gila.

Ditengah-tengah situasi kacau-balau, dan penuh anomali yang sulit diduga ini, kita memang harus pandai-pandai menempatkan diri, mampu menguasai diri, perasaan dan pikiran kita. Jika tidak maka dipastikan kita akan mudah terprovokasi untuk memuaskan nafsu menjadi manusia-manusia serakah yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Kita memang harus memilih apakah kita akan menghabiskan hidup kita di dunia ini dengan menjadi budak-budak nafsu atau mengikuti kata hati dan nurani kita untuk menjaga kualitas spiritual kita sebagai hamba-hamba tuhan yang beriman.

PERTANYAAN BESAR YANG HARUS ANDA JAWAB DI DALAM HATI-NURANI ANDA SAAT INI ADALAH..... SUDAH BERADA PADA POSISI MANAKAH ANDA SAAT INI ???

Selasa, 17 Juni 2008

Berikan Mereka Kesempatan…..

Pada dasarnya setiap orang di muka bumi ini oleh Tuhan kita (Allah) telah dianugerahi beberapa kelebihan yang terkadang berbeda satu sama lain. Setiap orang terlepas dari latar-belakang pendidikan yang dimilikinya memiliki beberapa keunggulan tertentu meski seringkali tidak disadari akibat jeratan sistem yang membelengu pikiran mereka untuk mengaktualisasikan ide-ide dan bakatnya masing-masing. Sistem sosial masyarakat khususnya yang terjadi di sekitar kita seringkali berlaku tidak adil terhadap bakat baru, kreasi baru, dan ide-ide baru meskipun itu sebenarnya bermanfaat dan bernilai positif. Kenyataan yang terjadi banyak orang-orang berbakat di sekitar kita yang tidak didukung, dianggap orang yang aneh bahkan malah disepelekan. Mereka ibarat mutiara-mutiara yang kehilangan kemilaunya akibat terpendam dalam lumpur pesimisme dan prasangka negatif masyarakat.

Pada dasarnya memang tidak semua orang ditakdirkan memiliki bakat-bakat yang hebat dan kejeniusan yang lumayan tinggi, tetapi orang-orang berbakat dan jenius seperti itu bisa datang darimana saja bahkan dari sumber yang tak terduga misalnya dari orang-orang yang hidup di kolong jembatan, dari suku-suku terpencil di pegunungan, dari kamp pengungsian, bahkan dari barak militer. Saat ini pola pikir dan cara kita memandang orang-orang seperti itu harus diubah. Berikan mereka dukungan dan motivasi agar mereka bisa bangkit mengekspresikan ide-ide dan kreasi positif yang mereka miliki. Satu hal lagi yang terpenting dari semua itu….. Berikan Mereka Kesempatan.....!!!

Saat ini kita memasuki era yang kompetitif dan selalu bergerak dinamis dimana artinya setiap orang berhak untuk memiliki peluang dan kesempatan yang sama untuk menunjukkan bakat dan kemampuan yang dimiliki. Tapi kenyataan di sekitar kita upaya kompetisi yang mengutamakan kualitas tersebut sering dibungkam oleh politik kepentingan terutama di struktur birokrasi kita. Setidaknya hal ini pernah dialami oleh seorang pengusaha di bidang konsultan perencanaan dan konstruksi (sebut saja Mr. D), kenalan tim konsultan kami di Pangkalan Bun. Mr. D ini adalah satu dari sekian entrepreneur muda asli Pangkalan Bun yang bekerja maksimal untuk menghasilkan yang terbaik, dan harapannya produk-produk perencanaan maupun konstruksinya bisa bersaing secara kompetitif dengan konsultan lain. Tapi sayangnya beberapa oknum di Bappeda berusaha menjegalnya karena kuatir konsultan jagoannya tersaingi, maklum sudah bukan rahasia lagi jika beberapa oknum pegawai bappeda ikut bermain sebagai makelar proyek bahkan ikut menggarap proyek tersebut dengan meminjam nama dan bendera konsultan lain. Oknum-oknum keparat itu bahkan tidak peduli apakah hasil pekerjaan proyek konsultan jagoannya itu dibuat asal-asalan tanpa memedulikan standar pekerjaan yang sudah ditetapkan. Lemahnya pengawasan internal dalam struktur birokrasi juga memperburuk keadaan, apalagi ternyata oknum-oknum tersebut menduduki posisi-posisi penting di birokrasi.

Terkadang terjadi ironi yang menyedihkan dalam pekerjaan-pekerjaan proyek tersebut. Berdasarkan pengalaman saya selama terjun dalam kegiatan semacam ini ternyata titel akademik, usia, pengalaman yang dimiliki, nama besar, dan jabatan yang dimiliki seseorang, sama sekali tidak menjamin jika orang itu bekerja sungguh-sungguh sesuai kapasitas dan derajat keilmuan yang dimiliki. Banyak konsultan proyek tersebut (diantaranya S-3 lulusan luarnegeri sekaligus dosen universitas bergengsi di Indonesia) bekerja sembrono dan kurang memenuhi standar (tampaknya mereka berpikir proyeknya nggak bakal diganggu karena sudah menyuap orang-orang di pemerintahan daerah), sehingga tidak heran perencanaan yang mereka buat seluruhnya cukup dibuat diatas meja dengan hanya mengandalkan data-data sekunder saja tanpa perlu susah payah turun di lapangan.

Persepsi kalangan birokrasi juga sering salah dalam menilai kemampuan anak-anak muda yang baru terjun dalam proyek-proyek pembangunan. Padahal hasil kerjaan anak-anak muda tersebut tidak kalah dengan buatan para konsultan senior, malahan lebih kreatif karena anak-anak muda cenderung berpikir dinamis dan progressif. Sudah seharusnya para generasi muda yang terlibat dalam proyek-proyek pembangunan diberi kesempatan untuk menunjukkan bakat dan kemampuan mereka. Biarkan proses seleksi alam berjalan semestinya, yang berkualitas dan yang unggul akan bertahan sementara yang asal-asalan akan tersingkir. Bagaimanapun juga meski anggaran pembangunan kita jangan sampai dikelola dan disedot oleh oknum-oknum korup tersebut karena toh hasilnya akan menimbulkan penyelewengan dan kekacauan yang merugikan kita semua.