Jumat, 27 Maret 2009

Mengamati Proses Revitalisasi Kawasan di Kapuas

Beberapa hari terakhir saya banyak browsing data mencari contoh-contoh kegiatan revitalisasi kawasan untuk dipelajari prosesnya. Sukurnya pas ngopy data dari staf PU Propinsi saya menemukan data-data kegiatan Revitalisasi Kawasan Bersejarah di Kabupaten Kapuas. Kegiatan revitalisasi di Kapuas sudah berlangsung sejak tahun 2004 yang juga dilakukan secara bertahap sesuai skenario yang telah disusun. Berdasarkan data, Kota Kuala Kapuas merupakan salah satu ibu kota kabupaten yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah, geografis berada pada koordinat 115o35’ - 117o26’ Bujur Timur dan 1o15’ - 2o25’ Lintang Selatan, lokasi fisik berada pada 2 (dua) kecamatan yaitu kecamatan Selat dan kecamatan Kapuas Hilir dengan luas 10,72 km2. Adapun sejarah berdirinya Kota Kuala Kapuas yaitu sejak berkembangnya komunitas pribumi asli Kabupaten Kapuas, yaitu suku Dayak Ngaju yang terdiri dari 2 (dua) suku kecil yaitu Oloh Kapuas-Kahayan dan Oloh Otdanum, sejak awal mulanya di sepanjang aliran bagian hilir dan tengah sungai Kapuas dan Kahayan telah bermukim suku Oloh Kapuas-Kahayan dan pada bagian hulunya bermukim Oloh Otdanum.

Sebuah kisah pusaka/warisan sejarah yang cukup dikenal di kawasan ini yaitu Tetek Tatum dimana menuturkan tentang nenek moyang pertama sejak mulai muncul di sekitar pegunungan Schwaner di Kalimantan Tengah, kemudian komunitasnya mulai menyebar di sepanjang tepi sungai Kapuas dan Kahayan sehingga terbentuk permukiman kelompok yang selanjutnya merupakan sebuah bangunan tunggal memanjang berbentuk Betang (Rumah Betang) tempat kediaman seluruh penduduk desa. Konon desa keluarga berumah panjang yang tertua di kawasan ini yaitu Tumbang Pajange di Desa Kahayan Hulu, pulau Kantan di Kahayan Hilir, Batu Sandung di Kapuas Tengah, pulau Kupang dan lewu Juking di Kapuas Hilir, sedangkan desa keluarga berumah panjang terakhir yang masih terdapat dibagian tersebut pada abad XIX antara lain adalah sungai Apui, sungai Handiwung, Palangkai dan Bangkungin, kemudian sungai Pasah dan Hampatung ditepi Kapuas Murung, selanjutnya Porabingen, Buntoi, Gohong, Sangai dengan Tumbang Hanoi sepanjang tepi sungai Kahayan.

Objek revitalisasi yang diupayakan dan dikembangkan di Kota Lama Kuala Kapuas yaitu pada kawasan situs bersejarah Betang Sei Pasah seluas 6,2 Ha, pasar lama di tepian sungai Kapuas Murung dan sepanjang jalan Mawar, Sudirman dan Anggrek, Dermaga disepanjang sungai Kapuas Murung (Danau Mare). Dampak dari revitalisasi yang diharapkan adalah mengangkat nilai sejarah tentang awal berdirinya Kota Kuala Kapuas yang berisi tentang rumah adat Betang, pendiri-pendirinya, cerita-cerita sejarah, legenda dan benda-benda sejarah yang dapat menarik orang untuk berkunjung ke Kota Kuala Kapuas serta dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat sekitar, pendapatan daerah dan memperbaiki lingkungan, terutama daerah tepian sungai dan kawasan Rumah Betang tersebut. Konsep-konsep demikian sudah sesuai berdasarkan struktur tata ruang kota Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah. Konsep-konsep tersebut juga dirumuskan berdasarkan temuan potensi dan permasalahan di lokasi.


- Potensi Kawasan Situs Betang Sei Pasah
a) Sungai, sebagai akses dan entry point ke arah jembatan Pulau Petak yang menghubungkan Jalan Trans-Kalimantan Palangka Raya – Banjarmasin.
b) Kekayaan ekosistem, yang dapat dikembangkan sebagai kawasan konservasi.
c) Keberadaan aneka pohon buah-buahan, dapat bermanfaat sebagai pohon peneduh dan dinikmati pula buahnya.
d) Jalan Trans-Kalimantan, sebagai akses utama di jalur darat yang menghubungkan 2 (dua) provinsi yaitu Kalteng – Kalsel.
e) Wujud situs betang dengan dijadikannya rumah-rumah tersebut menjadi homestay, gueshouse.
f) Sebagai obyek bersejarah situs betang
g) Sebagai landmark kawasan
h) Sebagai elemen bangkitnya lalu lintas dari-ke arah situs betang.
i) Sebagai akses penghubung provinsi Kalteng – Kalsel
j) Sebagai elemen street furniture yang dapat memperkuat keberadaan situs betang.
k) Merupakan potensi wisata sejarah dan dapat dikembangkan sebagai daerah transit.
l) Merupakan monumen sejarah asal mula masyarakat Dayak Kapuas bermukim di Kuala Kapuas sehingga menjadi Kota Kuala Kapuas.
m) Sebagai jalur transportasi air yang utama bagi masyarakat Kapuas khususnya dan masyarakat Kalimantan pada umumnya, sehingga dapat dikembangkan sebagai potensi wisata andalan.

- Masalah
a) Kurangnya sarana prasarana dari dan ke kawasan betang melalui jalur sungai.
b) Kondisi mangrove/bakau yang sudah mulai rusak akibat pendirian beberapa bangunan disamping bantaran Sungai Kapuas Murung seberang.
c) Pohon buah-buahan tersebut tidak ada yang memelihara/merawat (kecuali disekitar rumah penduduk) sehingga banyak ditumbuhi semak-semak yang mengganggu keberadaan pohon buah tersebut.
d) Belum adanya elemen penanda/signage keberadaan kawasan situs betang seperti pintu gerbang, rambu-rambu petunjuk, yang menyebabkan pengguna jalan Trans-Kalimantan tidak mengetahui sama sekali keberadaan situs betang tersebut.
e) Kondisi perumahan yang masih sederhana dan belum memiliki ruang khusus bagi tamu/wisatawan yang datang berkunjung.
f) Kondisi bangunan yang sangat memprihatinkan.
g) Belum ada petunjuk ke lokasi situs betang.
h) Masih merupakan lahan terbuka hijau.
i) Keaslian sisa-sisa rumah Betang sudah tidak banyak dijumpai lagi
j) Sungai Kapuas Murung sering dilalui oleh ranting dan batang pohon akibat adanya kayu hasil penebangan liar yang ikut hanyut menuju muara sungai Kapuas sehingga sering mengganggu jalur lalu lintas sungai.


Konsep Dasar Revitalisasi
Konsep dasar revitalisasi mengacu pada konsep yang memprioritaskan pengembangan elemen utama kawasan kota lama yang diperkirakan berpengaruh besar terhadap perkembangan sosial, mendorong pertumbuhan ekonomi maupun transpotasi sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan kegiatan lain dengan mengacu pada rencana penataan bangunan dan lingkungan (RTBL) setempat. Sebagai salah satu bangunan bersejarah yang dapat dijadikan sebagai potensi wisata, maka bangunan Betang perlu ditata sehingga keberadaannya dapat memberikan daya tarik tersendiri.

Upayanya adalah memberikan sentuhan sebaik mungkin atas setiap komponen yang memberi nilai sejarah dan budaya, sehingga obyek tersebut dapat memberikan nilai yang berarti bagi setiap pengunjung, di kawasan ini juga dapat dimanfaatkan berbagai kegiatan masal baik berupa atraksi seni, kegiatan pertemuan, event-event/perayaan-perayaan khususnya baik ditingkat lokal, regional maupun nasional.

Dengan konsep-konsep perencanaan dasar tersebut dapat dibagikan menjadi 9 (sembilan) segmen, yaitu :

Segmen 1 : Kawasan dermaga kapal/barang sungai (dermaga speet boat). Pada segmen ini dirancang penatan terhadap kawasan dermaga kota lama, bangunan dermaga dikembangkan untuk melayani intensitas kegiatan penyeberangkan kapal ferry ke kawasan atau ke kampung yang ada disekitarnya.

Segmen 2 : Kawasan dekat kafe terapung. Bangunan ini dikembangkan untuk melayani wisata jajanan/makanan khas daerah Kalimantan Tengah, Titian ulin menuju kafe direncanakan menyatu dengan dermaga penyeberangan ditingkatkan menjadi dermaga orang, barang dan dermaga ferry, serta untuk memperlancar arus lalu lintas pejalan kaki ditepian sungai.

Segmen 3 : Kawasan pelabuhan Danau Mare/Dermaga Klotok. Kawasan ini direncanakan untuk dikembangkan melayani intensitas kegiatan penumpang, memperlancar bagi pejalan kaki ditepian sungai Kapuas Murung sampai ke dermaga barang maupun menuju ferry.

Segmen 4 : Dermaga nelayan. Dermaga ini direncanakan dan dikembangkan untuk melayani intensitas para nelayan dan tenpat para nelayan untuk menjual ikan hasil tangkapannya.

Segmen 5 : Dermaga penyeberangan. Dermaga inidirencanakan dan dikembangkan untuk melayani intensitas kegiatan penyeberangan barang, kendaraan dan orang yang cenderung meningkat, dilayani dengan parkiran, akses pintu masuk untuk menuju ferry yang datang dari seberang.

Segmen 6 : TPS (Tempat Pembuangan Sampah). Direncanakan untuk mengatasi pencemaran lingkungan yang ada diwilayah sekitar TPS berada di jalan mawar dengan luas lahan 240 m2.

Segmen 7 & 8 : Tempat ruko 2 (dua) lantai di jalan anggrek. Bangunan rumah toko mencakup bangunan yang ada terletak disepanjang jalan anggrek, bangunan ini dirancang dengan mengikuti bangunan lama dengan memperhitungkan potensi lingkungan sehingga dengan kehadiran bangunan tersebut akan menciptakan karakter bagi kawasan Kota Lama Kapuas.

Segmen 9 : Persimpangan jalan Sudirman dan jalan A. Yani. Kawasan ini direncanakan sebagai sub terminal untuk mendukung kegiatan penyeberangan di dermaga ferry sehingga pengangkutan manusia dari dan ke pusat kota yang selama ini sangat terbatas dapat diatasi. Disini juga dilengkapi dengan taman antara persimpangan jalan A. Yani dan jalan Suprapto disekitar taman dibuat pagar sebagai pelindung agar tidak dirusak.


Arahan Penatan Bangunan pada Kawasan Kota Lama Kuala Kapuas
1. Dermaga kapal/barang, pintu gerbang, bangunan pendukung (halte) berarsitektur lokal, perparkiran, pagar kayu berornamen tradisional, titik lampu penerangan, pujasera (warung jananan/makanan)
2. Pujasera, jalan titian, pagar pengaman ukiran tradisional, tempat sampah (ornamen lokal).
3. Dermaga perahu klotok, bangunan peneduh berbentuk bangunan rumah adat, pagar kayu (ornamen tradisional) pintu gerbang menyatu dengan lolut, titian menyatu dengan dermaga penyeberangan, pagar pengaman.
4. Dermaga nelayan, bangunan peneduh, pagar kayu, titik lampu, bangunan pelelangan ikan, kios, jalan titan, pagar pengaman.
5. Dermaga penyeberangan, pintu gerbang + loket, pagar kayu ulin, titik lampu penerangan, vegetasi (pot-pot bunga), perparkiran, kantor pengelola dengan bentuk rumah adat, ruko dan kios.
6. Tempat pembuangan sampah (TPS), jalan titian, pagar pengaman.
7. Ruko, ruang terbuka, parkir.
8. Sub terminal, taman, pohon peneduh, lampu taman.


Realisasi Pekerjaan Fisik
Setelah dilakukan pematangan konsep, skenario, strategi dan rencana Revitalisasi Kawasan Bersejarah Sei Pasah di Kapuas tersebut, maka dalam menindaklanjuti hasil perencanaan dilaksanakan proyek pekerjaan fisik kawasannya yang dilakukan secara bertahap. Tahapan Pekerjaan fisiknya yaitu sebagai berikut :

Tahap I : Pembebasan Lahan (2004-2006)
Pembebasan lahan dilakukan pada titik-titik lokasi rencana pengembangan yang masih dimiliki penduduk sekitar situs bersejarah. Nilai lahan yang dibebaskan mencapai Rp. 808.077.500,- yang sumber dananya berasal dari APBD Kabupaten Kapuas

Tahap II : Pembangunan dan Rehab Bangunan Inti (2005-2006)
Pekerjaan fisik yang dilakukan meliputi pembangunan kembali Rumah betang Sei Pasah dan rehab bangunan Sandung 1 dan 2, dengan anggaran Rp. 675.000.000,- dengan sumber dana berasal dari APBD Propinsi Kalimantan Tengah

Tahap III : Pembangunan Sarana-Prasarana Pendukung (2007)
Pekerjaan fisik yang didanai APBN melalui Satker PBL PU Kalteng senilai Rp. 519.556.000,-, meliputi :
· Pembuatan Tempat Parkir
· Pembuatan Jalan Paving Stone
· Pembuatan Kursi Taman
· Pembuatan Pot-pot Bunga
· Pembuatan Gorong-gorong Pas. Batu
· Pekerjaan Pengecatan

Tahap IV : Pembangunan Sarana-Prasarana Pendukung (2008)
Pekerjaan fisik yang juga didanai APBN melalui Satker PBL PU Kalteng senilai Rp. 974.500.000,-, meliputi :
· Pembuatan Pintu Gerbang
· Pembuatan Pagar Kawasan
· Pembuatan Tambatan Perahu
· Pembuatan Paving Stone Tambatan Perahu
· Pembuatan Titian Danau Mare






















Kondisi kawasan saat ini setelah dilakukan penanganan secara intensif dalam kegiatan Revitalisasi Kawasan Bersejarah Sei Pasah di Kabupaten Kapuas, saat ini telah menjadi kawasan wisata sejarah yang cukup tertata dan dapat diandalkan untuk membangkitkan daya tarik kawasan, sehingga mampu memberikan kontribusi positif bagi pengembangan pembangunan yang berkarakter dengan tetap mempertahankan identitas setempat sebagai warisan kebudayaan tradisional Dayak.

Sabtu, 07 Maret 2009

Revitalisasi Istana Kuning ; Spirit Baru Pangkalan Bun

Setelah terlibat dalam kegiatan penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Urban Heritage Pangkalan Bun tahun 2008 lalu dan mengawalnya hingga selesai, karena hanya tinggal saya dan Ari yang tersisa (itupun karena Ari saya tekan terus agar menyelesaikan tanggung jawabnya menyelesaikan gambar-gambar desain). Maka misi saya kali ini adalah mengawal RTBL yang telah saya susun tersebut agar bisa segera dilaksanakan pembangunan fisiknya sesuai program prioritas RTBL. Harapannya program perencanaan yang telah saya buat dalam RTBL itu tidak sekedar perencanaan di atas kertas saja, tapi juga bisa segera diimplementasikan di lapangan agar mampu menghidupkan kembali eksistensi kawasan bersejarah Istana Kuning. Saya sangat bersyukur karena ternyata pada tahun ini Ditjen Cipta Karya PU, melalui Satker Penataan Bangunan dan Lingkungan Propinsi Kalimantan Tengah telah menganggarkan dana pekerjaan fisik untuk merevitalisasi kawasan Istana Kuning dan Permukiman Tradisional Tepi Sungai Arut yang berada dalam Kawasan Urban Heritage Pangkalan Bun dimana hal itu dimaksudkan untuk menindaklanjuti perencanaan RTBL Pangkalan Bun 2008. Tidak hanya pekerjaan fisik saja, tapi juga Masterplan Kawasan Istana Kuning dan Rencana Tindak Penanganan Permukiman Tradisional di sekitar Istana Kuning juga dianggarkan pada tahun ini (Sukur deh saya masih dilibatkan lagi).

KAWASAN PUSAT KOTA PANGKALAN BUN - KALTENG

Hal itu benar-benar membuat saya sangat bersemangat, sehingga langsung bersedia ketika dimintai tolong secara sukarela oleh beberapa staf Satker PBL PU Propinsi melalui Pak Adit (Bos Saya) untuk berpartisipasi dalam pembuatan dokumen yang diperlukan PU dalam kegiatan lelang kontraktor pekerjaan fisik, meliputi penyusunan surat permohonan alih-fungsi penutupan jalan samping istana kuning pada Bupati Kotawaringin Barat, membuat daftar item-item pekerjaan konstruksi fisik sesuai prioritas RTBL, gambar-gambar teknis desain kawasan Istana Kuning (pendetailan RTBL), membuat RKS (Rencana Kerja dan Syarat-syarat), menyusun HPS (Harga Penawaran Sementara), daftar kuantitas, dan sebagainya yang sebenarnya cukup menguntungkan saya (saya jadi banyak belajar mengenai prosedur lelang dan proses penyusunan anggaran di PU, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan). Meski pekerjaan itu cukup melelahkan karena gara-gara itu saya mesti mondar-mandir ke kantor Dinas PU Propinsi, bahkan ikut nemani staf PU lembur hingga larut malam saya tetap senang karena turut berpartisipasi memberikan pemikiran saya terkait proyek revitalisasi itu.

KAWASAN URBAN HERITAGE PANGKALAN BUN

Latar belakang kegiatan revitalisasi ini mengingat pola pembangunan Kota Pangkalan Bun yang sedang berkembang dalam era transisi, dimana akan terdorong untuk meninggalkan tradisi dan beranjak ke modernitas. Salah satu implikasi dari modernitas tersebut yaitu memudarnya Istana Kuning sebagai warisan peninggalan kerajaan Islam pertama, di Kalimantan Tengah. Apalagi kondisi bangunannya saat ini sudah tak asli lagi usai terbakar habis pada tahun 1986. Dengan memudarnya eksistensi Istana Kuning tersebut akan melenyapkan bagian dari sejarah suatu tempat yang dapat menjadi suatu image kota. Akibatnya generasi penerus tidak akan dapat lagi menyaksikan bukti-bukti sejarah dari perjalanan peradaban generasi sebelumnya. Padahal keberadaan bangunan Istana Kuning bersejarah merupakan cerminan dari kisah sejarah, tata cara hidup, budaya dan peradaban masyarakat sebelumnya. Sebagai kota yang memiliki banyak warisan bersejarah Kesultanan Kutaringin dimana pusat keraton yang bernilai sejarah juga berada di Kawasan pusat Kota Pangkalan Bun yang berkembang cepat namun kurang tertata dan tidak serasi dengan lingkungan sekitar, maka diperlukan tindakan penanganan yang konkrit sebagai tindak lanjut Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) tersebut agar dapat menjaga citra dan identitas kawasan yang mencerminkan karakteristik kawasan bersejarah Kutaringin. Jelas saat ini diperlukan upaya revitalisasi kawasan Istana Kuning sebagai simbol spirit baru Pangkalan Bun yang menjaga eksistensi peradaban Kesultanan Kutaringin.

KAWASAN ISTANA KUNING - PANGKALAN BUN

Maksud dari pekerjaan “Penyusunan Desain Kawasan Istana Kuning Pangkalan Bun” adalah sebagai tindak lanjut dari Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan untuk mewujudkan dokumen rencana dan program pembangunan fisik dalam penanganan bangunan dan tata lingkungan kawasan, memberi masukan teknis berupa rincian pengendalian perwujudan bangunan dan lingkungan serta mengarahkan peran serta para stakeholder pembangunan. Adapun tujuan dari pekerjaan ini adalah membuat desain Kawasan Istana Kuning yang terarah sesuai prioritas penanganan RTBL Kawasan Urban Heritage Pangkalan Bun yang telah ada, sekaligus menyiapkan desain kawasan sebagai upaya penataan fungsi dan fisik kawasan, serta pengendalian perwujudan bangunan dan lingkungan yang menjadi prioritas penanganan RTBL.

DESAIN ISTANA KUNING - PANGKALAN BUN

Sebagai sebuah kegiatan yang sangat kompleks, revitalisasi Istana Kuning nantinya direncanakan melalui beberapa tahapan dan akan membutuhkan kurun waktu tertentu yang cukup panjang, dimana prosesnya meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Intervensi Fisik

Intervensi fisik mengawali kegiatan fisik revitalisasi dan dilakukan secara bertahap, meliputi perbaikan dan peningkatan kualitas dan kondisi fisik bangunan, tata hijau, sistem penghubung/pergerakan, sistem signage/reklame, dan ruang terbuka/public space. Mengingat citra kawasan sangat erat kaitannya dengan kondisi visual kawasan sebagai kawasan bersejarah, khususnya dalam menarik aktivitas dan pengunjung, intervensi fisik ini perlu dilakukan. Isu lingkungan (environmental sustainability) pun menjadi penting, sehingga intervensi fisik pun sudah semestinya memperhatikan konteks tata lingkungan. Perencanaan pembangunan fisik tetap harus dilandasi pemikiran jangka panjang untuk menjamin keharmonisan kawasan.

2. Rehabilitasi Ekonomi

Revitalisasi yang diawali dengan proses peremajaan artefak harus mendukung proses rehabilitasi kegiatan ekonomi. Perbaikan fisik kawasan yang bersifat jangka pendek, diharapkan bisa mengakomodasi kegiatan ekonomi informal dan formal (local economic development), sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi kawasan Istana Kuning. Dalam konteks revitalisasi perlu dikembangkan fungsi campuran (komersial dan wisata) yang bisa mendorong terjadinya aktivitas ekonomi dan sosial (vitalitas baru).

3. Revitalisasi Sosial/ Institusional

Keberhasilan revitalisasi sebuah kawasan akan terukur bila mampu menciptakan lingkungan yang menarik (interesting place), jadi bukan sekedar membuat beautiful place. Maksudnya, kegiatan tersebut harus berdampak positif serta dapat meningkatkan dinamika dan keteraturan tatanan sosial masyarakat. Sudah menjadi sebuah tuntutan yang logis, bahwa kegiatan perancangan dan pembangunan kawasan Istana Kuning untuk menciptakan lingkungan sosial yang berjati diri yang mencerminkan karakter Kerajaan Kutaringin, dan hal ini pun selanjutnya perlu didukung oleh suatu pengembangan institusi sosial yang baik.

Jumat, 20 Februari 2009

Belajar dari Penataan Kota Palangkaraya

Kota Palangkaraya merupakan Ibukota Propinsi Kalimantan Tengah yang dirancang sebagai kota tropis di tepi Sungai Kahayan. Pembangunan Kota Palangkaraya ditandai dengan pemancangan tiang pertama pembangunan kota oleh Presiden RI pertama yaitu Ir. Soekarno pada tanggal 17 Juli 1957. Berdasarkan konsep desain kota Palangkaraya awal mulanya dan menurut tahapan pembangunan kotanya bahwa pembangunan kota Palangkaraya yang diawali dengan peletakan tiang pertama (sekarang bernama Monumen Peletakan Batu Pertama Pembangunan Kota Palangkaraya), secara berurutan di ikuti dengan pembangunan dermaga ( sekarang dikenal dengan nama Dermaga Gubernuran), Kantor Gubernur ( sekarang berubah fungsi menjadi Gedung DPRD Propinsi), Istana Gubernur (depan bundaran besar), Bundaran (sekarang bernama Bundaran Besar), Kantor – kantor Pemerintah dan perumahan pegawai pemerintah. Pada bundaran terdapat 3 (tiga) jalan yang memusat ke bundaran yaitu sekarang bernama JL. Tjilik Riwut, Jl. Yos Sudarso dan Jl. Imam Bonjol. Dan apabila as/poros Dermaga Gubernuran, Monumen, Kantor Gubernur (sekarang DPRD propinsi), Bundaran besar dan Jl. Yos Sudarso ditarik garis lurus, maka akan didapati sumbu yang mengarah ke arah timur laut dan barat daya, dan bila diteruskan maka sumbu yang ke arah timur laut akan melintasi Sungai Kahayan yang mana menurut kebudayaan dayak, sungai adalah sumber kehidupan.

Bundaran Besar dan sekitarnya

Sedangkan apabila sumbu yang kearah barat daya diteruskan tak terhingga ke arah barat daya, maka sumbu ini akan melintasi Kota Jakarta, diduga tepat di Istana Negara. Selain itu baru – baru ini juga di temukan adanya konsep awal penataan kota Palangkaraya seperti jaring laba – laba (diduga hasil sketsa Ir. Soekarno) yang semuanya jika dihubungkan akan berakhir pada sumbu utama yaitu tepatnya di jalan Yos Sudarso. Sumbu merupakan suatu metoda penyusunan yang telah digunakan sepanjang sejarah untuk mengorganisir bentuk- bentuk bangunan dan ruang.

Menurut sejarah awal terbentuknya sesuai rencana Bung Karno, Kota Palangkaraya mempunyai empat jalan utama yang terpusat di bundaran besar yaitu jalan Yos Sudarso, Jalan Imam Bonjol, Jalan R.T.A Milono dan Jalan G. Obos yang sekarang merupakan Komplek kantor Gubernuran. Adapun pusat pemerintahan berada di sekitar Bundaran Besar. Pada awal mula terbentuk kota Palangkaraya, jalan-jalan ini pernah direncanakan sebagai landasan udara bagi pesawat Presiden dan Wakil Presiden saat itu bila Kota Jakarta dalam keadaan darurat. Oleh karena itu lebar jalan ini dibuat dengan lebar sekitar 60 meter.

Palangkaraya dari Tepi Sungai Kahayan dan sekitarnya

Citra Kota Palangka Raya dengan tradisi Dayak menjadi konsep utama untuk menciptakan image atau identitas salah satu kota khas Kalimantan di Indonesia. Sedangkan citra sebagai kota Indonesia tropis diwujudkan dengan konservasi tanaman dan merancang koridor ini dengan komposisi tata hijau dan ruang tebuka hijau yang teduh. Kota ini memiliki banyak taman-taman yang asri seperti bundaran besar, bundaran burung, dan jalur hijau yang teduh di sepanjang jalan-jalan utamanya. Kapling-kapling bangunan khususnya bangunan perkantoran dan fasilitas social seperti sekolah, dan tempat ibadah rata-rata memiliki halaman luas sehingga tetap menjaga perbandingan koefisien dasar bangunan dan koefisien daerah hijau dalam kondisi ideal. Luas wilayah Kota Palangka Raya saat ini adalah 2.678,51 km², sedangkan luas lahan yang berfungsi dan terbangun secara fisik baru sekitar 4.554 ha* atau 45,54 km² atau 1,70 %. Hal ini karena sekeliling kota masih didominasi oleh kawasan hutan dan perkebunan.

Bundaran Kecil/Bundaran Gubernuran


Pola konfigurasi eksisting tata bangunan memiliki kecenderungan mengikuti pola konfigurasi jalan yaitu memiliki kecenderungan membentuk konfigurasi linear dan radial. Konfigurasi grid dan linear menciptakan pola orientasi bangunan menghadap ke jalan. Fungsi Jalan Yos Sudarso, Imam Bonjol, Tjilik Riwut, dan RTA Milono sebagai sumbu utama memiliki pola linear dengan titik akhir adalah Bundaran Besar dan Bundaran Kecil sebagai pusat konfigurasi radial. Pola konfigurasi jalan radial memiliki membentuk pola orientasi bangunan yang terfokus pada titik pusat radial. Pola titik pusat radial ini didefinisikan sebagai Bundaran Besar dan Bundaran Kecil.

Minggu, 01 Februari 2009

Nilai Strategis Kalimantan.....

Seusai menyelesaikan kerjaan saya di Kabupaten Lamandau yang merupakan wilayah pemekaran yang masih begitu kacau itu, saya memasuki masa rehat sejenak di Kota Palangka Raya, Ibukota Propinsi Kalimantan Tengah. Di kota ini saya cukup terkesan dengan tata kota yang begitu teratur, bersih, teduh dan nyaman. Bisa jadi karena penduduk kota ini masih sangat sedikit, sehingga masih mudah diatur. Apalagi ternyata kota ini sejak awal mula berdirinya sudah direncanakan dengan matang, tidak main-main yang merencanakan adalah Ir. Soekarno, Pendiri negara sekaligus Presiden kita yang pertama.

Peta Kota Palangka Raya

Palangka Raya dahulu masih merupakan wilayah hutan belantara yang di dalamnya terdapat sebuah kampung yang bernama Kampung Pahandut yang mulai eksis sejak tahun 1884. Kampung ini pada masa kemerdekaan RI dahulu dipimpin oleh seorang Kepala Adat yang disebut Demang, yaitu bernama Demang Ngabe Sukah. Kemudian pada tahun 1957, Presiden Soekarno memulai pemancangan tiang pertama pembangunan Kota Palangkaraya. Konon Presiden Soekarno bermaksud menjadikan kota ini sebagai Ibukota Negara menggantikan Jakarta yang mulai padat. Sebagai sosok visioner yang melihat peluang dan tantangan yang akan dihadapi Indonesia ke depan, Soekarno melihat letak Kota Palangkaraya cukup strategis yang berada persis di tengah-tengah wilayah RI yang begitu luas sepanjang 5000 mil dari sabang sampai merauke.

Sketsa Kawasan Tepi Sungai Kahayan Palangka Raya

Soekarno tampaknya sadar, bahwa status Jakarta sebagai Ibukota Negara, akan membuat kota ini semakin padat dan kawasan perkotaannya semakin melebar yang tentu akan mengancam eksistensi daerah lumbung pangan nan subur di sekeliling Jakarta, yaitu Karawang, Bogor, Depok dan sekitarnya. Pulau Jawa pun sudah cukup padat karena sekitar 70 % penduduk RI saat itu ada di wilayah yang hanya 7 % dari total luas Indonesia. Dikhawatirkan jika persebaran dan pertumbuhan penduduk terus terkonsentrasi di Pulau Jawa, maka akan menimbulkan ketidakseimbangan ekosistem yang akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang amat parah. Itu sebabnya keberadaan Kalimantan yang memiliki lahan luas, potensial menjadi kawasan perkotaan dengan daya tampung penduduk yang amat besar.

Kawasan Sekitar Pusat Kota Palangkaraya

Tapi sayang rencana besar Soekarno tersebut terhambat pada keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah saat itu. Maklum untuk mewujudkan sebuah kota baru dibutuhkan banyak pembangunan infrastruktur dan fasilitas sosial yang lengkap. Soekarno pun mulai menggalang bantuan dari luarnegeri. Berkat kedekatannya dengan Uni Soviet kala itu (sekarang disebut Rusia), beberapa ruas jalan utama bisa diselesaikan pembangunannya. Konon kabarnya Belanda juga ikut menawarkan bantuan pembangunan jalan, bahkan hingga meliputi seluruh daratan kalimantan, dengan syarat seluruh pohon-pohon yang berada di radius satu kilometer kanan-kiri ruas jalan yang akan dibangun menjadi milik Belanda. Tentu saja tawaran konyol itu ditolak mentah-mentah oleh Soekarno karena paham akan besarnya kerugian yang ditanggung negeri kita nantinya. Pembangunan Kota Palangka Raya lalu sedikit macet setelah Soekarno diturunkan dari Kursi Kepresidenannya akibat pecahnya peristiwa G 30 S PKI yang telah banyak memakan korban jiwa.

Apalagi pengganti Soekarno kemudian, yaitu Pak Harto tidak berniat menjadikan Palangka Raya sebagai Ibukota Negara mengingat kesulitan ekonomi akibat kekacauan sosial-politik yang melanda negeri kita pada masa itu. Tapi Pak Harto sebenarnya sadar akan keterbatasan daya dukung Pulau Jawa yang tidak sebanding dengan pesatnya perkembangan penduduk dan area perkotaannya yang terus menggerogoti lahan pertanian nan subur disekitarnya. Beliau pun paham bahwa jika lahan pertanian di Jawa yang merupakan lumbung pangan nasional semakin tergerus oleh kawasan perkotaan maka akan membahayakan stabilitas pangan dan program swasembada yang menjadi prioritas beliau. Potensi jutaan hektar lahan gambut di Kalimantan Tengah pun mulai dilirik, apalagi kenyataannya disana banyak lahan nganggur usai dibabat habis para pemegang HPH. Dalam visi beliau ke depan, Kalimantan harus menjadi lumbung pangan alternatif bagi Indonesia.

Akhirnya di masa pemerintahan beliau mulai dicanangkan program lahan pertanian sejuta hektar, di area lahan gambut Kalimantan Tengah. Program ini sejak awal memang program yang dianggap gila dan konyol oleh para pakar. Tapi itu sama sekali tak membuat beliau mundur, sebagai sosok yang amat berkuasa pada masanya beliau mengerahkan berbagai sumberdaya yang dibutuhkan untuk kelancaran proyek tersebut. Para insinyur dan ratusan tenaga ahli dikerahkan meski pada akhirnya proyek yang memakan dana sekitar sepuluh trilyun rupiah itu berakhir sia-sia.

Di luar itu sebenarnya ada beberapa program Pak Harto untuk menyiasati permasalahan keterbatasan lahan di Jawa, yaitu mengirim puluhan ribu tenaga transmigran ke daerah-daerah potensial di luar Jawa, seperti Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, bahkan Papua. Khusus di Kalimantan Tengah, program transmigrasi banyak terbantu oleh ketersedian lapangan kerja yang cukup memadai, meski itu akhirnya tidak membuat lahan pertanian pangan menjadi bertambah karena para transmigran lebih senang bekerja di perkebunan sawit, karet atau jadi buruh bangunan ketimbang jadi petani.

Pada masa sekarang prospek pengembangan kalimantan sebagai pusat konsentrasi permukiman penduduk pengganti Pulau Jawa masih cukup relevan. Lapangan kerja masih terbentang luas sehingga diharapkan bisa mengurangi jumlah pengangguran di Pulau Jawa. Isu yang menjadi tantangan global di masa depan adalah masalah penyediaan energi. Kalimantan yang memiliki cadangan batubara dan gas yang besar, dan juga memiliki potensi sumber energi alternatif berupa bio-fuel dari jutaan hektar lahan sawit sangat membantu suplai energi negara kita di masa depan.

Pertumbuhan penduduk sekaligus pusat-pusat industri pulau Jawa yang melewati batas saat ini telah menimbulkan krisis energi listrik, karena kapasitas daya pembangkit yang dimiliki PLN di Jawa terbatas. Apalagi pasokan batubara untuk PLTU sering terlambat. Terlambatnya pasokan akibat kapal-kapal batubara yang datang dari Kalimantan sering dihadang badai di perjalanan. Berdasarkan kenyataan itu akan lebih efesien jika konsentrasi pusat-pusat permukiman dan industri negara kita dipindahkan ke Kalimantan agar memudahkan distribusi bahan bakunya, lagipula tahun ini sedang direncanakan pembangunan jalur kereta api lintas Kalimantan. Sementara itu Pulau Jawa difokuskan sebagai pusat pengembangan pertanian pangan dan perkebunan nasional mengingat lahannya yang begitu subur.

Senin, 26 Januari 2009

Berkarya untuk Berbagi, Berbagi untuk Berbakti

Sebagai bagian dari umat manusia yang hidup bermasyarakat di dunia ini, sejatinya masing-masing dari kita bertanggung-jawab untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat sekitar kita dalam berbagai bentuk, baik perbuatan, pikiran, maupun materi (kalo belum mampu juga ya kontribusi dalam bentuk doa-doa yang baik, kalo yang itu belum mampu juga… ya belajar dong !!!). Hendaknya kita memanfaatkan segala potensi yang ada pada diri kita untuk kepentingan masyarakat, bukan malah sebaliknya memanfaatkan segala potensi atau sumberdaya masyarakat untuk kepentingan pribadi (Ssst… bukannya nyindir beberapa pejabat yang hobi pasang iklan pencitraan diri pake uang negara lho...!!!).

Tindakan memanfaatkan potensi atau sumberdaya masyarakat untuk kepentingan pribadi janganlah terlalu berlebihan apalagi jika itu dilakukan pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan pelayanan publik karena ujung-ujungnya akan terjadi korupsi yang merugikan kepentingan dan hak-hak masyarakat. Kontribusi masyarakat yang telah membayar pajak janganlah disia-siakan. Tumbuhkan semangat berkarya untuk berbagi agar tercipta keharmonisan tatanan kehidupan masyarakat dan peradaban.

Setelah beberapa bulan terlibat dalam kegiatan konsultan perencanaan dan pengawasan pembangunan saya mulai sedikit memahami mengapa terjadi begitu banyak kesemrawutan dan kekurangan yang terjadi dalam kegiatan pembangunan infrastruktur di negara kita, khususnya di daerah-daerah tertinggal seperti Kalimantan. Sangatlah patut disayangkan anggaran triliunan rupiah yang mengalir di bumi kalimantan dari pemerintah pusat ternyata tidaklah diserap dengan efektif dan efesien. Semua ini akibat kombinasi keserakahan yang dipadukan dengan ketololan absurd dan egoisme pribadi.

Contoh kekonyolan tersebut nampak jelas di Kabupaten Lamandau, Propinsi Kalimantan Tengah (sekitar 12 jam perjalanan darat dari Kota Palangkaraya). Sebagai salah satu kabupaten pemekaran yang telah berusia lima tahun dengan APBD lebih dari 400 milyar/tahun seharusnya wilayah ini mengalami banyak kemajuan yang berarti terutama kondisi infrastrukturnya, apalagi jumlah penduduknya cuman 54.000 jiwa saja. Tapi sayangnya yang terjadi tidaklah demikian, bahkan di Kota Nanga Bulik yang merupakan ibukota kabupatennya, kondisi infrastruktur yang dimiliki sangatlah menyedihkan.

Kondisi jalan-jalan di Kota Nanga Bulik bisa dibilang 90 % dalam kondisi rusak, bahkan termasuk ruas jalan depan Kantor Bupatinya. Lho kok bisa demikian…? Apa tidak ada kegiatan pembangunan atau pemeliharaan jalan disana…? Hmmm… bisa dibilang disana selalu dianggarkan dan dilaksanakan kegiatan pembangunan dan pemeliharaan jalan secara rutin hingga menyedot dana puluhan milyar tiap tahun. Tapi sayangnya kualitas pekerjaan amat begitu buruk akibat kombinasi keserakahan yang dipadu dengan ketololan absurd dan egoisme pribadi yang mewabah diantara pihak-pihak yang terlibat, mulai dari kontraktor, konsultan pengawas, hingga oknum-oknum di pemerintahan.

Bayangkan saja dari dana yang dianggarkan untuk masing-masing paket kegiatan proyek fisik ternyata hanya sekitar 30 % saja yang benar-benar dialokasikan untuk pembiayaan pekerjaan karena sudah dipotong 10 % untuk kepala dinas & Bupati, 12 persen untuk pajak-pajak, 10 persen untuk upeti/pungli oknum-oknum pejabat pemda khususnya panitia lelang, 10 persen biaya operasional proyek, dan sisanya untuk keuntungan kontraktor/pelaksana proyek. Pihak konsultan perencana dan pengawas pun juga mengalami nasib serupa

Sulit rasanya mengupayakan kualitas pekerjaan kalo dana yang efektif terpakai untuk proyek pembangunan tersebut hanya 30-40 % dari nilai anggaran yang dialokasikan. Apalagi jika SDM yang terlibat ternyata begitu bebal dan bertindak konyol dalam kegiatan proyek tersebut . Sebagai contoh ketika pelaksanaan penimbunan tanah oleh salah satu kontraktor lokal untuk pembangunan jalan yang nyata-nyata kondisi tanah di lapangan begitu labil karena strukturnya dominan lahan bergambut, setelah ditimbun mereka tak langsung melakukan pemadatan, hingga tinggi timbunan mencapai lebih semeter baru dilakukan pemadatan (idealnya tiap 10-15 cm timbunan, langsung dilakukan pemadatan dengan vibrator dan begitu seterusnya). Konyolnya lagi mereka melakukan pemadatan tanah timbunan untuk jalan tersebut dengan cara yang amat sederhana yaitu dengan diinjak-injak kaki pekerja plus cangkul sambil sesekali digilas ban truk yang mondar-mandir membawa material timbunan (saya rasa meski diinjak-injak gajah Afrika sekalipun, untuk timbunan setebal semeter seperti itu kondisi tanah timbunan sulit padat merata hingga ke dasar, apalagi timbunannya diatas tanah yang labil seperti tanah gambut yang banyak di kalimantan ini). Kekonyolan lain yang nampak adalah pekerjaan pembangunan jalan tersebut tak dilengkapi pula dengan sistem drainase jalan yang memadai mengingat curah hujan yang amat tinggi di wilayah tropis ini, maka tidak heran jika aliran air langsung menggerus badan jalan baru itu.

Akibatnya jelas tampak, untuk kasus pembangunan jalan di salah satu ruas jalan poros Kota Nanga Bulik Kalteng yang telah memakan dana 1,4 milyar, kurang dari sebulan setelah jalan yang dikerjakan sembrono tersebut selesai diaspal, kondisi permukaan jalan mulai bergelombang, dan bulan berikutnya aspal mulai terkelupas dan berlobang-lobang hingga kondisi jalan menjadi buruk rupa seperti habis dihujani bom militer Israel. Dan lucunya lagi pada tahun berikutnya dianggarkan dana untuk pemeliharaan jalan bobrok tersebut agar kembali mulus (meski cuma beberapa bulan aja) dan begitulah seterusnya yang terjadi tiap tahun selalu ada proyek khususnya bagi kontraktor lokal (entah sampai kapan lingkaran setan ini bisa diakhiri).

Kasus konyol lain yang terjadi di lamandau di tahun 2008 adalah saat kegiatan pembangunan jaringan listrik tegangan menengah di daerah Batu Kotam. Sesuai kontrak kerja yang disepakati pada proyek bernilai total 2,86 milyar tersebut, kontraktor diharuskan membangun jaringan listrik sepanjang 8950 m termasuk mendirikan 179 tiang beton lengkap dengan aksesorisnya, dan kabel tegangan menengah (A3C 150 mm2) dengan panjang total 29.000 m. Waktu yang diberikan yaitu 150 hari, dimulai tanggal 17 Juli yang menurut kalender berakhir pada 16 Desember. Entah karena terlalu sibuk mengerjakan proyek di wilayah lain ataukah karena emang malas, hingga bulan september belum ada tanda-tanda kegiatan proyek mulai berjalan. Pada bulan oktober, baru mulai diadakan pengukuran dan pematokan jalur yang akan dibangun. Beberapa material khususnya tiang beton mulai berdatangan meski baru sekitar 15 % dari keseluruhan nilai kontrak.

Pada bulan november, beberapa tiang mulai didirikan meski jumlahnya masih sedikit. Hingga akhir november baru 34 tiang beton yang berdiri, itupun tanpa kabel tegangan menengah. Minggu-minggu berikutnya tak ada aktivitas menonjol, karena pihak kontraktor masih sibuk mendatangkan sisa material padahal tenggat waktu yang diberikan kian dekat. Pihak Distamben setempat selaku pemberi proyek dibuat kalang-kabut karena pada bulan Desember ada pemeriksaan proyek dari Bawasda Propinsi dan bulan berikutnya, BPK dari Jakarta akan segera datang. Pihak kontraktor tetap cuek, meski mendapat peringatan dari Distamben setempat maupun konsultan pengawas untuk segera menuntaskan pekerjaan (Mentang-mentang dia adik mantan gubernur, sekaligus tokoh parpol besar di Kalteng).

Akhirnya pihak konsultan pengawas mengambil keputusan tegas untuk mengajukan pemutusan kontrak bagi kontraktor sinting itu dengan alasan realisasi pekerjaan hingga minggu kedua bulan desember baru mencapai 33 %. Langkah tersebut disetujui oleh Kepala Distamben setempat yang langsung menyusun draft pemutusan kontrak dengan dibantu oleh konsultan. Konyolnya pihak kontraktor malah mengadukan pihak konsultan pengawas ke Bupati, dan lucunya ia juga menekan Bupati untuk memperpanjang kontraknya dengan alasan pekerjaannya terhambat oleh masalah pengiriman material yang sempat tertahan di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan Pelabuhan Kumai, Kotawaringin Barat. Padahal ia baru sibuk mengirim material mulai November atau sekitar sebulan sebelum batas waktu kontraknya habis. Beberapa pimpinan partai besar tingkat propinsi juga ikut-ikutan menekan bupati untuk memberikan keringanan dan perpanjangan waktu bagi kontraktor tersebut.

Sang bupati lalu mengumpulkan pihak distamben dan konsultan pengawas untuk membahas permasalahan tersebut. Setelah mendapat masukan dan bukti-bukti kuat, akhirnya bupati mendukung pemutusan kontrak tersebut untuk memberikan pelajaran bagi kontraktor lainnya. Mendengar keputusan bupati tersebut, sang kontraktor lalu meneror pihak konsultan dengan beragam ancaman, bahkan juga akan mengirim beberapa preman meski itu akhirnya tak dilakukan. Tindakan kontraktor yang ugal-ugalan itu sungguh disesalkan, seharusnya ia belajar mengakui dan memperbaiki kesalahannya. Mestinya ia malu bila berbuat salah, bukannya malah mencari kambing hitam. Mereka harus sadar akan tanggung jawab mereka untuk melaksanakan kegiatan pembangunan yang didanai pajak masyarakat dengan sungguh-sungguh, bukan malah mengkhianatinya.

Dengan demikian pantaslah kiranya jika masing-masing dari kita mulai menumbuhkan kesadaran spiritual dan etika yang beradab untuk memperbaiki kerusakan tatanan ini. Semangat baru yang perlu dimiliki saat ini adalah semangat berkarya untuk berbagi. Berbagi pengetahuan, berbagi kebaikan, berbagi kasih-sayang, berbagi rezeki, berbagi karya, dan itu semua juga merupakan wujud pengabdian/Ibadah dan rasa berbakti kita kepada Tuhan dan masyarakat.



MARI BERJUANG…. MARI BERKARYA… MARI BERBAGI… !!!