Cerita ini dimulai saat saya mulai datang ke Kota Pare untuk mengikuti kursus english pada awal desember 2007. Hmmm... anda pasti bertanya-tanya ngapain saya jauh-jauh kursus di kota kecil itu, padahal di Malang yang notabene Kota Pendidikan, pastinya terdapat ratusan tempat-tempat kursus yang hebat. Yang jelas saya cuman cari suasana baru aja sehabis lulus kuliah, apalagi saya juga dibuat terkesan oleh kemampuan ngoceh english salah satu teman kampus yang baru lima bulan kursus disana.
Maklum saja, sebab di Pare terdapat sebuah kampung yang dikenal sebagai ”Kampung Inggris”, yaitu Desa Tulung Rejo dan sekitarnya. Maksud ”Kampung Inggris” ini bukan berarti warga yang mendiami kampung tersebut keturunan inggris ataupun punya tampang mirip bule, yang jelas karena kampung tersebut memiliki ratusan tempat kursus yang lokasinya saling berdekatan. Selain tempat kursus english, di kampung ini juga terdapat beberapa fasilitas pendukung yang cukup memadai seperti; rumah kos-kosan, toko buku, warnet, warung, minimarket, jasa fotokopi, dan lain-lain. Aglomerasi fungsi khusus seperti ini memang memberikan keunggulan bagi peningkatan daya saing terhadap wilayah lainnya, dan dapat menjadi stimulan aktivitas perekonomian masyarakat.
Agak unik memang bagaimana bisa di kota kecil seperti Pare bisa muncul kawasan seperti itu, apalagi peserta kursusnya hampir seluruhnya merupakan pendatang dari berbagai penjuru Indonesia. Tapi untuk sementara ini penulis belum menemukan jawabannya karena kisah asal-usulnya masih simpang-siur.
Selama di Pare, yang saya kagumi adalah kesadaran masyarakat setempat yang tetap mengandalkan sepeda sebagai alat transportasi utama dalam menjalani aktivitas sehari-hari, mulai dari bekerja, bersekolah, berbelanja, dan sebagainya. Bayangkan jika ini juga membudaya pada semua kota di Indonesia, so pasti kota-kota kita akan menjadi kota yang sehat karena bebas polusi dan macet, dan tentunya hal itu menghemat konsumsi BBM yang akhir-akhir ini produksinya semakin menguatirkan.
Trus ngomong-ngomong apa hubungan kota itu dengan "Para Pencari Jati Diri" seperti judul diatas ? seperti yang sudah saya ceritakan tentang adanya para pendatang yang jauh-jauh ke Pare hanya untuk kursus english anda tentu juga ingin mempertanyakannya. Ternyata setelah saya mulai kursus disana, saya mulai menyadari adanya kesamaan saya dengan peserta kursus english lainnya, yaitu mereka hanya sekedar mencari suasana baru yang berbeda dari tempat tinggal mereka dulu, sekaligus menemukan jati diri sebenarnya saat mulai hidup mandiri jauh dari orangtua mereka.
Kondisi Kota Pare yang kecil tapi dihuni berbagai suku dengan macam-macam karakter yang dimiliki setidaknya mengajarkan banyak hal tentang bagaimana cara hidup dalam keberagaman dan bagaimana cara mengelola keberagaman itu sendiri menjadi sebuah kekuatan untuk saling berbagi dan peduli satu sama lain. Toleransi dan kepekaan terhadap sesama dan situasi yang terjadi tentu merupakan hal yang mutlak dilakukan.
(Catatan Ismail saat kursus english di Kota Pare, ditulis pada awal januari 2008)