Sekembalinya saya ke Malang dari Pangkalan Bun awal juli lalu, seperti yang sudah saya tulis pada catatan saya di bulan lalu memang banyak kesibukan yang saya kerjakan hingga akhir juli. Pada pertengahan Juli salah satu rekan saya di Tim RTBL ini yaitu Ikul, berangkat lagi ke Pangkalan Bun untuk bekerja di perusahaan Konsultan lokal. Karena pemilik perusahaan juga orang yang punya proyek di RTBL ini maka ia juga meminta Ikul untuk mengurus persiapan paparan dan konsultasi Laporan FA (Fakta-Analisa) ke dinas-dinas mengingat sesuai jadwal seharusnya pada bulan Juli itu sudah harus dilaksanakan Paparan dan konsultasi Laporan FA di depan tim teknis PU. Tertundanya pelaksanaan presentasi tersebut gara-gara terjadi tarik-ulur yang berbelit-belit antara pemilik proyek dengan Tim Leader Kami. Proses persiapan presentasi ini ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan, ternyata banyak berkas yang harus disiapkan (entah mengapa birokrasi di pemda suka sekali membuat rumit perkara yang harusnya bisa dibuat praktis itu), akhirnya Ikul meminta seluruh anggota tim kami datang ke Pangkalan Bun untuk membantu persiapan paparan FA tersebut apalagi pelaksanaan paparannya menurut rencana diperkirakan tanggal 12 Agustus ini dan akan dihadiri Bupati. Tapi berhubung 2 rekan kami yang lainnya sudah terlanjur bekerja di Konsultan lain, mereka terpaksa tak bisa datang ke Pangkalan Bun meski mereka mau membantu melobi Dosen kami di Malang untuk menjadi penyajinya. Jadi tak ada pilihan lain, maka saya harus berangkat sendiri menyusul Ikul di Pangkalan Bun awal Agustus ini.
Sebelum saya berangkat, bersama Ari (salah satu yang berhalangan ke Pangkalan Bun) kami menemui dulu Pak Tomo (Dosen yang menjadi tenaga Ahli tim RTBL kami) untuk bersedia menjadi Penyaji materi Paparan FA kami. Syukurlah hanya dalam semalam kami berhasil melobi Pak Tomo, meski dengan syarat kami harus konfirmasi dulu dengan Pak Arif (Dosen kami yang pernah dilobi Tim Leader RTBL untuk menjadi tenaga ahli juga). Beberapa hari kemudian Tgl 2 Agustus saya berusaha mengontak Pak Arif untuk membicarakan masalah ini, kemudian beliau mengijinkan kami menemuinya di rumah pada malam hari. Tapi sayangnya saat itu Ari sedang berhalangan jadi dia minta besoknya saja mendatangi beliau. Akhirnya saya terpaksa meminta maaf pada Pak Arif karena batal ke rumah beliau. Esoknya tanggal 3 Agustus saya menghubungi Ari apakah ada waktu untuk ke Pak Arif saat itu. Karena sms tak dijawab maka saya pun langsung datang ke tempat Ari ternyata dia ada waktu asal sore itu juga ke rumah Pak Arif, tapi setelah menghubungi pak Arif ternyata beliau hanya ada waktu malam hari saja. Terpaksa pada minggu malam saya datang sendiri ke tempat Pak Arif (tak bisa tidak karena besoknya saya harus terbang ke Pangkalan Bun). Akhirnya pada pembicaraan singkat malam itu, beliau ternyata masih banyak kesibukan di awal Agustus ini sehingga tak bisa terlibat sebagai tenaga ahli maupun penyaji materi paparan tersebut. Jadi alternatif terakhir yaitu Pak Tomo sebagai penyaji materi paparan kami, dan saya mempercayakan kordinasinya pada Ari sekaligus menjelaskan materi pada beliau karena saya sudah menyerahkan seluruh file laporan FA tersebut ke Ari.
Keesokan harinya (4 Agustus) ketika berangkat Ke Pangkalan Bun lewat Palangkaraya saya masih menyangka bahwa Ikul masih di Pangkalan Bun. Tapi alangkah terkejutnya saya ketika menghubungi dia ternyata dia sekarang ada di Samarinda dan saya diminta meneruskan pekerjaannya di Pangkalan Bun. Saat itu saya benar-benar bingung, campur kesal karena sebelumnya dia sama sekali tak pernah menceritakan rencananya tersebut. Padahal saat di Malang sekembalinya dari Pangkalan Bun awal juli lalu, bahkan dia mengaku tak punya keinginan kerja di luar jawa karena dia tak ingin jauh dari orangtuanya apalagi kondisi adiknya saat itu lagi sakit-sakitan. Sesampainya di Pangkalan Bun saya lalu menanyakan penyebab Ikul tiba-tiba pergi ke Samarinda. Menurut Bos konsultan kami dia sedang mengurus persiapan kuliah S2 nya sehingga ia mencari bahan literatur untuk rencana penelitian S2nya di samarinda. Tiba-tiba saya teringat lagi pada awal juli lalu memang ia pernah bercerita tentang lowongan beasiswa S2 di koran, tapi saya nggak begitu yakin jika itu penyebabnya karena ketika saya konfirmasi ke Ikul, dia jawaban yang dia berikan tampak bertele-tele seperti ada rahasia yang ia sembunyikan. Bahkan ketika saya tanyakan ke teman-teman lainnya di Malang lewat telpon, ternyata mereka bahkan tak tahu kalo ikul di Samarinda.
Pada awalnya sempat kaget juga karena ternyata di Pangkalan Bun mulai tanggal 5 Agustus, saya harus bekerja sendiri mengurus persiapan acara paparan dan konsultasi ini, mulai dari membuat jadwal rincian acara, membuat dan menyebar surat undangan, membuat susunan kepanitiaan, membuat booklet panduan paparan, mengurus spanduk, mengurus peminjaman ruangan, kordinasi dengan protokoler pemda, bahkan membuat materi sambutan Bupati. Maklum begitu banyak PR yang ditinggalkan Ikul karena dia sendiri selama 2 minggu sebelumnya sibuk kordinasi dengan Dinas PU dan Bappeda hanya untuk menentukan jadwal dan mencari tempat yang sesuai. Misi ini benar-benar sangat mepet karena tanggal 9 agustus persiapannya sudah harus selesai karena tanggal 10 adalah minggu jadi semua instansi pasti tutup. Tapi meski terkesan mustahil, saya tetap berusaha mengerjakannya meski hanya tinggal saya sendiri dari 5 anggota Tim RTBL yang bekerja di Pangkalan Bun.
Kesulitan pertama yang saya hadapi adalah printer yang sering macet dan nggak keluar warnanya, padahal saat itu saya butuh untuk ngeprint berkas-berkas yang diminta orang-orang dinas. Waktu saya banyak terbuang hanya untuk memperbaiki dan memastikan printer tersebut berfungsi normal. Masalah lainnya adalah lsitrik yang sering padam, dan sulitnya mengirim email di warnet setempat (loadingnya sangat lambat). Masalah yang lebih fatal lagi tenyata Pak Tomo belum bisa memastikan datang karena beliau ternyata banyak kesibukan di kampus. Saya sempat kecewa pada Ari karena ternyata ia baru menemui Pak Tomo pada sabtu malam (tanggal 9 agustus), dan bahkan ia belum memberikan materi FA yang sudah saya kopikan ke Pak Tomo. Saat itu saya benar-benar dibuat pusing, rasanya ingin marah tapi saya belum tahu kepada siapa saya pantas marah. Jadinya saya hanya memarahi diri sendiri yang baru sadar ternyata saat di Malang kenapa saya tidak menyerahkan saja sendiri materi laporan FA itu ke Pak Tomo sekaligus memastikan kesediaan beliau untuk datang tanggal 12 Agustus, bodohnya saya malah menitipkan file laporan FA itu ke Ari padahal saya tahu dia lagi sibuk ngurus kerjaan di tempat Konsultan yang baru (tentu saja laporan itu tak akan sempat ia berikan ke Pak Tomo).
Malam itu (9 Agustus) saya dan Ari tak henti-henti kordinasi untuk memikirkan cara bagaimana Pak Tomo bisa datang ke Pangkalan Bun paling lambat 11 Agustus, karena esok paginya paparan sudah harus mulai. Bayangkan saja tidak sampai dua hari kami sudah harus bisa mendatangkan beliau segera, padahal beliau saat itu benar-benar sibuk dan sama sekali tidak tahu materi laporan kami (benar-benar Mission Impossible). Apalagi karakter beliau yang sangat idealis dan punya reputasi sebagai Dosen killer di kampus benar-benar susah untuk diyakinkan. Bahkan bos kamipun ikutan menelpon beliau berkali-kali. Bagaimanapun beliau wajib hadir sebagai penyaji karena acara paparan ini akan dihadiri pejabat-pejabat penting termasuk Tim teknis PU Jakarta, jadi tidak mungkin kami "anak-anak kemarin sore" yang harus presentasi di depan mereka.
Malam itu Pak Tomo benar-benar membuat kami penasaran, dia baru mengambil keputusan besok pagi dan dia juga menuntut penjelasan kami tentang permasalahan yang terjadi dengan Stevant (Tim Leader kami sebelumnya). Keesokan paginya syukur ternyata beliau bersedia, dan permasalahan selanjutnya adalah menyiapkan akomodasi untuk beliau dan Ari untuk datang bersama. Ke Pangkalan Bun sesegera mungkin. Berbagai skenario penerbangan pun disusun, dan diputuskan bahwa penerbangan yang diambil yaitu melalui Surabaya-Jakarta, dan Jakarta Pangkalan Bun. Akhirnya mulailah pagi itu kami berburu tiket, Ari mencari tiket Surabaya - Jakarta, dan saya mencari tiket Jakarta-Pangkalan Bun. Sukurlah kami bisa mendapatkan tiket tersebut siang itu juga untuk keberangkatan besok pagi!!!. Bayangkan karena pesawat berangkat dari Surabaya jam 06.00 wib tgl 11, mereka berdua harus berangkat dari Malang pukul 03.00 dinihari.
Siangnya mereka berdua sampai di Pangkalan Bun dalam keadaan lelah (kami merasa berdosa juga mendatangkan Pak Tomo dengan cara mendadak seperti ini, tidak manusiawi bagi orang setua beliau). Kemudian beliau kami istirahatkan dulu di hotel, sementara Ari kami "culik" sementara untuk ngerjain materi powerpoint di Kantor kami. Malamnya sekitar jam 22.00 wib kami ngumpul di hotel untuk melakukan simulasi paparan besok sekaligus menjelaskan materi kepada beliau hingga 2 jam. Bayangkan pagi-pagi besoknya kami masih sibuk membuat materi powerpoint (Ari pun kewalahan hingga jam 5 subuh dia langsung tertidur dan teler berat karena 2 hari ini belum tidur sama sekali) padahal jam 8 pagi kami sudah harus presentasi, maka saya pun langsung melanjutkan pengerjaan materi powerpoint yang dikerjain Ari sampai final. Habis itu saya sibuk membangunkan Ari yang sudah terkapar kecapekan, karena dia udah sulit dibangunkan terpaksa saya sendiri menyusul Pak Tomo dan bos kami ke tempat kegiatan Paparan (Bappeda). Sukurlah kemudian jam 10 Ari bisa nyusul ke Bappeda (meski telat) dan Acara Paparan dan Konsultasi bisa berlangsung lancar. Tapi ada satu hal yang membuat kami sangat jengkel, ternyata Laporan FA ukuran A3 yang sudah kami cetak sebanyak 8 jilidan dan kami serahkan ke PU melalui Tim Leader Kami yang lama (Stevan) pada awal juni lalu, belum juga sampai ke Dinas PU Propinsi (ada kemungkinan unsur sabotase disitu). Akibatnya Tim teknis PU tersebut menyangka kami belum menyelesaikan laporan FA tersebut (entah laporan sebanyak itu dikemanakan oleh Stevan).
Tapi untungnya tim teknis PU tersebut bisa menerima penjelasan kami, sekarang target selanjutnya adalah menyelesaikan gambar-gambar desain rencana 3D dan animasinya yang mereka minta selesai dalam sebulan. Dengan mempertimbangkan sisa personil yang ada (tinggal 2 orang) agaknya ini akan menjadi mision impossible selanjutnya bagi kami